"Live To The Fullest"
Rabu, Januari 06, 2021Setelah menonton film Soul (2020) saya terkenang keadaan tiga tahun lalu ketika saya ditolak untuk PhD ke Jerman. Sahabatku Shinta mencoba menghiburku. Caranya unik. Ia mengundangku ke kosnya untuk menginap. Saat pillow talk, Shinta bercerita tentang salah seorang temannya. Temannya itu ingin sekali studi di luar negeri. Ia bercita-cita mengambil masternya di Amerika. Teman itu kemudian berjuang apply kampus dan beasiswa. Ia juga mengalami jatuh bangun. Tak sedikit ia mendapat penolakan hingga kemudian waktunya tiba. Akhirnya setelah berdarah-darah, temannya Shinta akhirnya mendapatkan beasiswa dan kampus di Amerika. Kampus sudah siap, beasiswa sudah di tangan, visa dan tiket sudah di tas. Tahukah kamu apa yang terjadi? Dua hari sebelum berangkat, ia meninggal dunia. Ya, setelah semua pencapaiannya. Kisah itu seperti tamparan telak bagiku dan juga bagi Shinta, bahwa hidup ini bukan milik kita. Hidup terlalu berharga untuk setiap detiknya.
***
Kata Afif, film ini merupakan antitesa dari kehidupan masyarakat modern yang penuh ambisi dan mengejar keberhasilan. Demi tujuan hidup itu, mereka lupa menjalani hidup. Mereka lupa mengapresiasi hal-hal kecil dalam hidup. Film ini dibuka dengan kehidupan Joe Gardner sebagai guru sekolah yang punya cita-cita menjadi pemain piano jazz. Mimpi terbesar Joe adalah manggung bersama musisi besar dan memainkan pianonya. Ia merasa disitulah tujuan hidupnya. Di hari Joe mendapatkan kesempatan itu, ia mengalami kecelakaan dan masuk ke Alam Sesudahnya. Joe berontak dan ingin lari sebab ia belum menunaikan mimpinya itu. Joe kesasar ke Alam Sebelumnya yang ternyata tempat untuk mempersiapkan jiwa-jiwa yang belum lahir untuk turun ke bumi. Disana ia dijadikan mentor untuk membimbing Jiwa nomor 22 agar menemukan "spark"-nya.
Jiwa nomor 22 ternyata rumit. Berbeda dengan jiwa-jiwa lain, ia susah menemukan spark itu. 22 juga satir. Kalimat favoritku waktu 22 bilang, " Can't crush a soul here. That's what life on Earth is for". Ia sudah mencoba semuanya tetapi belum bisa menemukan spark-nya. 22 juga sebenarnya tidak mau ke Bumi karena penderitaan yang dilihatnya. Ia merasa nyaman dengan kehidupan di Alam Sebelumnya. Para mentor terdahulu sudah putus asa menghadapi 22, mulai dari Bunda Teresa, Archimedes, Abraham Lincoln, Copernicus, Muhammad Ali, Marie Antoinette, hingga George Orwell. Joe Gardner dan 22 pun membuat kesepakatan, Joe akan membantu 22 menemukan spark-nya yang mana nanti akan menjadi kartu pass ke Bumi. Joe akan menggunakan kartu itu untuk kembali hidup. 22 sendiri setuju karena penasaran melihat Joe kembali ke kehidupannya yang sedih.
***
Sama seperti Joe, kita semua punya tujuan jiwa. Namun, kita perlu berhati-hati. Jiwa yang terobsesi dan cemas dengan tujuannya akan terputus dengan kehidupan. Kita akan menjadi jiwa-jiwa yang hilang. Film Soul mengingatkan kita bahwa spark bukanlah tujuan jiwa. "Merasakan kehidupan" bukanlah dengan mencapai tujuan tertentu, tetapi proses menuju tujuan itu. Proses itulah yang membentuk kita menjadi sekarang. Tujuan jiwa seseorang bisa bermacam-macam: mulai dari mengajar, meneliti, bekerja di industri, membuat konten youtube, atau kerja-kerja humanitarian lainnya. Tapi merasakan percikan hidup adalah hal yang lain. Percikan itu bisa hadir dari daun yang jatuh dan mengenai keningmu. Angin yang berhembus dan membuat hatimu berdesir. Senyum sapa penjaga mini market. Kabar baik dari sahabat-sahabatmu. Ucapan sayang dari kekasih hatimu. Suara orang tuamu yang menyapamu untuk sekedar menanyakan kabar. Bahkan hanya berjalan kaki saja sambil melihat langit biru. Hal-hal kecil yang tampaknya sepele itulah percikan hidup, itulah yang membuat kita menjalani hidup dan bersedia terbuka pada berbagai kemungkinan. Ketakutan Joe mencerminkan ketakutan kita semua, " I'm just afraid that If I died today my life would have amounted to nothing". Apa yang bisa kita tinggalkan untuk dunia ini?
Ketika akhirnya Joe menerima hal ini, ia pun berserah dan meninggalkan semuanya. Ia memberi kesempatan pada 22 untuk merasakan hidup. Lihatlah, ending kisah ini menarik karena Joe justru mendapatkan kesempatan kedua untuk hidup. Dia berjanji pada dirinya bahwa ia akan "going to live every minute of it".
0 comments