Rindu
Sabtu, November 30, 2019
Ada orang yang aktif. Yang memiliki inisiatif untuk me-
Ada orang yang pasif. Yang memiliki kesabaran menunggu untuk di-
Jika keduanya terpaut, maka bagaimanakah jadinya? Cinta adalah energi. Energi selalu menggerakkan sesuatu. Tentu, kita juga mengerti bahwa setiap orang memiliki caranya sendiri-sendiri untuk mencintai. Untuk menunjukkan perasaannya pada orang yang dicintainya.
"Keseharian hidupnya seperti itu, tak ada yang berat. Namun, entah mengapa hatinya selalu berat, pikirannya selalu dicekam pertanyaan-pertanyaan, dan sekali waktu, kadang ia merasa terlalu mengalah." (Sitayana - Cok Sawitri, hal. 184).
Aku ingat Mami Ice. Kepribadiannya tenang, pendiam, dan kalem. Orang-orang seperti ini umumnya dianggap pasif. Mereka tidak ekspresif. Mereka tidak menunjukkan perasaannya. Namun, ternyata anggapan itu bisa keliru. Mami Ice dengan caranya sendiri selalu berusaha untuk hadir bagi kami. Ia yang aktif mencari. Ia yang memberi info terkini. Ia yang mengajak. Dan saya merindukan beliau. Mami Ice juga yang paling sering mencariku. Menanyakan kabar dan bertukar pikiran. Sejak Mami pergi, aku mencurahkan isi hatiku padanya. Emosi-emosiku. Mimpi-mimpiku. Mami Ice mendengarkan dengan serius. Saya rindu jika beliau mengirim pesan WA, "Malam Meike sayang, bagaimana kabarmu anak? semoga sehat ya". Dia memastikan bahwa semuanya baik-baik saja.
Minggu lalu Kak Yola, anaknya Mami Ice, datang ke Jogja bersama Chavelle anaknya. Kami: aku, Kak Yola, dan Marcio, adik kami, berjumpa dan saling ngobrol. Kami akhirnya punya waktu untuk berkabung bersama-sama. Kak Yola bercerita semua proses yang dilalui Mami Ice hingga pertarungannya usai. Kak Yola juga bercerita bagaimana ia harus menemani maminya ketika Mami pergi. Mami Ice tidak ngomong, tapi Kak Yola tahu maminya harus ditemani.
Mami, mau saya datang?,“ tanya Kak Yola
Mami Ice menjawab,“ Kalau kau bisa, datang mi.“
Kak Yola juga bercerita bagaimana ia harus mendampingi Kak Ita, adik bungsunya yang akan melahirkan. Pasti sangat berat buat Kakak Ita menghadapi semuanya. Kepergian Ibu dan penantian anaknya yang akan lahir. Sebuah mujizat terjadi, Kak Ita melahirkan normal dengan bayi seberat 5,4 kg. Mereka menangis berpelukan dan memuji Tuhan.
Kak Yola berkata,“ Mami selalu hadir di setiap persalinan putri-putrinya. Sama seperti mamimu yang juga selalu hadir di pernikahan kami,“ ujarnya padaku. Mataku berkaca-kaca. Mami ternyata sangat berarti buat mereka juga. Ibumu adalah ibuku, ibuku adalah ibumu. Kami sangat sedih, tetapi kesedihan itu tak mematikan pengharapan kami.
Minggu lalu Kak Yola, anaknya Mami Ice, datang ke Jogja bersama Chavelle anaknya. Kami: aku, Kak Yola, dan Marcio, adik kami, berjumpa dan saling ngobrol. Kami akhirnya punya waktu untuk berkabung bersama-sama. Kak Yola bercerita semua proses yang dilalui Mami Ice hingga pertarungannya usai. Kak Yola juga bercerita bagaimana ia harus menemani maminya ketika Mami pergi. Mami Ice tidak ngomong, tapi Kak Yola tahu maminya harus ditemani.
Mami, mau saya datang?,“ tanya Kak Yola
Mami Ice menjawab,“ Kalau kau bisa, datang mi.“
Kak Yola juga bercerita bagaimana ia harus mendampingi Kak Ita, adik bungsunya yang akan melahirkan. Pasti sangat berat buat Kakak Ita menghadapi semuanya. Kepergian Ibu dan penantian anaknya yang akan lahir. Sebuah mujizat terjadi, Kak Ita melahirkan normal dengan bayi seberat 5,4 kg. Mereka menangis berpelukan dan memuji Tuhan.
Kak Yola berkata,“ Mami selalu hadir di setiap persalinan putri-putrinya. Sama seperti mamimu yang juga selalu hadir di pernikahan kami,“ ujarnya padaku. Mataku berkaca-kaca. Mami ternyata sangat berarti buat mereka juga. Ibumu adalah ibuku, ibuku adalah ibumu. Kami sangat sedih, tetapi kesedihan itu tak mematikan pengharapan kami.
Hari ini sudah satu bulan sejak Mami Ice pergi. Bagaimana kabarmu disana Mami?
0 comments