Hal-Hal Yang Sederhana
Kamis, Juni 14, 2018
Kapan terakhir kali kamu memberi tempat pada hal-hal yang sederhana?
Berjalan kaki berkilo-kilo sambil bercakap-cakap dengan temanmu? Bernyanyi dan sesekali bergoyang dalam ritmenya. Seperti bintang jatuh, keindahan itu membuatmu terkejut dan kagum. Keindahan itu hanya sementara.
Kapan terakhir kali kamu menjawab "Ya" pada spontanitas?
Tidak peduli apakah akan berakhir bahagia atau sedih, ketidakterdugaan selalu mengejutkan. Ia terasa sangat jauh sekaligus terasa dekat. Ia adalah magnet. Dau kau besi tua yang berkarat. Apalagi yang bisa dibanggakan dari dirimu selain konsistensi?.
Kapan terakhir kali kamu memberi ruang pada ketidakpastian?
Seperti penjudi, kita mempertaruhkan kepercayaan kita pada sesuatu yang tak tampak. Kamu mendengar banyak berita gembira, tetapi berita gembira itu bukan untukmu. Kamu adalah penonton di drama kehidupan orang lain.
Kapan terakhir kali kamu membuat pilihan: menjadi orang baik atau orang yang setia?
Dua hal ini tidak sama. Yang pertama adalah milik orang merdeka, sementara yang satu adalah milik para budak. Manusia yang setara memilih berbuat kebaikan. Seorang budak tak punya kuasa atas dirinya. Lalu, kamu -orang merdeka- mulai menghitung-hitung kebaikan-kebaikanmu. Kamu lupa, dunia ini kekurangan orang-orang yang dalam dan mencari makna. Banyak orang terjebak pada ilusi yang artifisial. Maka, tidak ada ganjaran untuk berbuat baik atau setia. Itu adalah tugasmu.
Kapan terakhir kali kamu jatuh cinta?
Melepaskan dirimu pada ketidakterukuran. Melepaskan dirimu dalam perasaan yang tak pasti. Membiarkan hatimu bahagia dan terluka di saat yang sama. Membiarkan dirimu memiliki harapan untuk bertemu meskipun yang tampak hanya bayangannya saja. Pertanyaannya, bagaimana bisa kita menyukai seseorang yang tidak kita kenal? Mengapa kita tidak pernah mendapat kesempatan untuk saling mengenal?
Kapan terakhir kali kita memandang jiwa?
Ia tidak rupawan. Orang yang melihat dia lalu memalingkan muka. Tetapi, ia menanggung penderitaan kita. Ia sendiri tertikam karena pemberontakan kita. Dan oleh bilur-bilurnya, kita menjadi sembuh.
Kapan terakhir kali kita menjadi kanak-kanak?
Membiarkan diri percaya pada dunia. Membuka diri pada berbagai kemungkinan. Membiarkan diri meledak seperti kembang api di malam takbir, menggelegar dalam hening. Tak ada rasa takut, tak ada rasa malu.
Kapan terakhir kali kamu merasa iri?
Setiap orang menghadapi pertarungannya masing-masing. Namun, bisakah kita tetap percaya sekaligus berbahagia apabila sesuatu yang hati kita inginkan justru dimiliki orang lain? Mengapa ada yang dilimpahi berkat dan anugerah sementara yang lain direnggut kebahagiannya begitu ia lahir ke dunia? Mengapa ada ketidakadilan?
Kapan kamu terakhir kamu merasa Tuhan berdiam diri melihat penderitaanmu?
Tidak, sayang. Tuhan tidak pernah salah. Jika ada sesuatu yang salah, maka itu adalah salahmu. Ya, kamu, manusia yang hina dan lemah. Kamu yang tak berdaya.
Kapan kamu terakhir kamu merasa Tuhan berdiam diri melihat penderitaanmu?
Tidak, sayang. Tuhan tidak pernah salah. Jika ada sesuatu yang salah, maka itu adalah salahmu. Ya, kamu, manusia yang hina dan lemah. Kamu yang tak berdaya.
2 comments
Seneng banget kak Meike sama tulisannya yang ini! Makasih udah mengingatkan akan hal-hal yang udah hampir hilang dalam pikiran di antara hiruk pikuk dunia hari ini.
BalasHapusTerima kasih Mirda :)
BalasHapus