Saya tidak suka kue bolu. Tetapi bolu Meranti yang hanya didapatkan di Medan ini mengubah selera saya. Saya jadi penggila bolu Meranti sehingga kenalan dekat yang akan ke Medan hampir pasti akan kena pajak bolu Meranti. Sebulan yang lalu saya meminta sahabat saya yang sedang dalam perjalanan dinas ke Medan untuk membawakan sekotak bolu Meranti keju favorit saya. Membayangkan makan bolu dengan perpaduan krim dan potongan keju saja sudah membuat saya menetaskan liur. Saya berharap sekali saat itu. Sahabat saya pun berjanji akan membawakan bolu Meranti itu. Namun, apa yang terjadi? Sepulangnya dari Medan, ia memang membawa sekotak bolu Meranti tetapi bolu Meranti itu bukan untuk saya saja. Kotak bolu Meranti yang dibawanya berisi tiga gulung bolu dengan aneka rasa: keju, mocca, dan blueberry. Bolu Meranti itu dinikmati beramai-ramai dengan teman-teman yang lain. Kecewa? Ya. Saya berharap bolu Meranti itu akan spesial untuk saya, maka ketika harus membaginya dengan orang lain, saya merasa sedih yang ganjil.
Tiga minggu kemudian, teman kos saya liburan ke Bandung. Awalnya saya juga titip untuk dibawakan brownies Kartika yang terkenal itu. Teman saya berjanji akan membawanya meski tampaknya ia tidak terlalu yakin. Bandung sangat macet dan kadang yang kita cari tidak selalu ada. Jadi, saya juga tidak berharap banyak. Siang tadi ia mengetuk pintu kamar saya dan memberikan sekotak bolu bakar rasa keju dari Bandung. Saya tidak pernah makan bolu bakar sebelumnya. Bolu bakar yang dimaksud tampak seperti hibrida roti bakar bandung dan kue bolu Meranti. Ada taburan keju dan krim di tengahnya. Malam ini sambil makan bolu bakar itu, saya merefleksikan kedua peristiwa tersebut.
Kadang-kadang ketika kau mengharapkan sesuatu, sesuatu itu ternyata bukanlah untukmu. Di sisi lain, ketika kau tidak terlalu berharap banyak, sesuatu yang tidak pernah kau minta (namun tampaknya seperti pengganti dari yang kau harapkan) tiba-tiba hadir dan terasa tepat. Sesuatu itu hanya diperuntukkan untukmu. Sesuatu seperti bolu bakar itu.
Sekian.