International Woman's Day
Kamis, Maret 09, 2017
Someday life will be fairer
Someday our fight will be won then
(Someday - All For One) ost. The Hunchback of Notre Dame (1996)
Perempuan itu menghisap rokoknya dalam-dalam. Usianya tidak lagi muda. Ia sendiri bahkan tidak tahu tanggal ulang tahunnya. Berdasarkan ceritanya, saya memperkirakan ia berada di pertengahan 70-an tahun. Orang-orang memanggilnya Daeng Nuri. Ia mantan pencari kerang di sekitar pantai Losari yang sekarang sudah tertutup aksesnya karena pembangunan kota. Merokok adalah kebiasaan untuk menjaga tubuhnya tetap hangat sejak ia masih mencari kerang di lautan yang surut. Rumah sederhana yang kini ia tempati adalah rumah yang ketiga akibat penggusuran. Daeng Nuri adalah kepala keluarga yang bekerja sendiri untuk membiayai hidupnya dan cucu-cucunya yang ditinggal orang tua pergi merantau. Setiap subuh ia akan membeli kerang-kerang di pelabuhan dan menjualnya kembali. Untungnya tentu tidak seberapa ketika laut masih menjadi dapurnya. Namun, dalam kesusahannya, ia masih mau memberi. Ia menyuguhkan saya teh gelas dan cerita-ceritanya. Ia juga masih mengasihi. Daeng Nuri kerap membantu seorang temannya mantan sesama pencari kerang yang tinggal seorang diri tanpa suami dan anak dan hidup sebagai pemulung. Suatu kali sebelah matanya dimasuki lalat besar sehingga menyebabkan kebutaan. Perempuan itu bilang pada saya bahwa Daeng Nuri sudah seperti "suaminya" sendiri. Menjadi teman, pendamping. Seperti Ruth bagi Naomi.
Kadang-kadang hati kecil saya merasa bersalah. Peneliti-peneliti muda seperti saya kerap mengambil keuntungan dari penderitaan orang-orang kecil seperti Daeng Nuri. Begitu data telah didapatkan di lapangan, kita cenderung untuk melupakan mereka. Kita pikir sudah cukup dengan mengabadikan mereka dalam sebuah jurnal atau buku. Kita menjadi terkenal karena penderitaan orang lain. Saat saya bertemu Daeng Nuri, saya tahu saya tidak bisa mengubah keadaannya secara radikal. Saya juga tidak punya uang untuk menopang hidupnya. Saya bukan pemangku kebijakan yang bisa mengubah nasibnya. Maka, yang bisa saya berikan adalah kehadiran saya. Hari itu saya duduk seperti anak kecil yang mendengarkan neneknya bercerita. Saya tidak memberikannya apa-apa, tapi perempuan tua itu ingin memberikan sebaskom penuh kerang-kerang yang bisa menghidupi dirinya. Hari itu saya bertemu Tuhan dalam diri perempuan itu. Tuhan menegur saya untuk memberi tanpa pamrih, bahkan dalam kekurangan kita.
***
Tanggal 8 Maret diperingati sebagai International Woman's Day. Ada sejarah panjang yang penuh penderitaan, luka batin, dan darah. Perjuangan politik perempuan untuk memperoleh kesetaraan secara terang-terangan yang dimulai oleh gerakan buruh perempuan. Di masa sekarang, tantangan gerakan perempuan lebih beragam. Konsep intersectional feminism mulai digaungkan untuk membuka ruang bagi pertemuan dimensi-dimensi penindasan perempuan: agama, hukum, trio kwek-kwek (ekonomi-sosial-politik), identitas, teknologi, dan banyak lagi. Perjuangan itu semakin kompleks dan perempuan tidak bisa sendirian. Untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan sosial, perempuan dan laki-laki harus bersama-sama bekerja keras mewujudkannya. Hari ini feminisme sangat relevan untuk laki-laki. Dengan membaca feminisme, laki-laki dengan sendirinya dibebaskan dari beban-beban patriarki. Laki-laki juga mengalami kekerasan seperti perempuan (meskipun jumlahnya tidak sebesar perempuan). Tapi ya, sistem ini dengan caranya yang sungguh-sungguh licik telah menciptakan anak-anak laki-laki kita sebagai pelaku kekerasan (fisik, psikologis, dan seksual) dan anak-anak perempuan sebagai makhluk yang tidak pernah utuh.
Dalam gerakan, ada hal-hal yang penting dilakukan secara masif dan terstruktur. Gerakan ini bergerak dalam level elit dan akar rumput. Gerakan ini terorganisir dan dilakukan bersama-sama semua elemen masyarakat dan melibatkan pemerintah. Dalam konteks ini, advokasi tidak bisa pakai emosi. Perjuangan ini bermain dalam arena yang lebih luas dengan kacamata yang dipahami pula oleh penguasa. Kita harus membuat mereka yang berkuasa memahami bahwa ini penting. Tugas itu memang berat dan membutuhkan orang-orang yang berpengetahuan, karakter yang baik, dan jaringan luas. Namun, ada jenis perjuangan lain. Perjuangan yang menyentuh setiap individu. Perjuangan yang dimulai dari diri sendiri dan lingkungan terdekat. Perjuangan itu menggerakkan kita untuk membangun sebuah hubungan. Jika kekuatan masyarakat ada pada setiap individu, maka individu-individu inilah yang perlu kita gandeng tangannya. Mungkin tidak mudah juga, mengingat banyak sekali distraksi-distraksi dan keterbatasan kita sebagai individu. Tapi kita bisa mulai dengan pertama-tama mengasihi orang lain dan tidak menjadikan mereka obyek dari nafsu-nafsu kita. Kita bisa mulai dengan menyediakan waktu untuk membangun hubungan dengan orang lain. Apabila kita belum mampu memberi materi, maka kita bisa mempersembahkan kehadiran kita. Kasih menggerakkan orang untuk bertindak. Jika kasih itu ada dalam diri setiap individu, maka kita bisa berjuang bersama-sama.
Selamat Hari Perempuan Internasional !
0 comments