Jika kau harus memilih di antara 12 bulan dalam kalender Masehi, manakah yang menjadi favoritmu?
Bila pertanyaan itu ditujukan pada saya, maka dengan jujur saya menjawab bulan Mei. Orang yang mengenal saya tentu akan berpikir bahwa saya memilih Mei karena pada bulan itulah saya lahir ke dunia. Atau, bagi yang tidak terlalu mengenal saya akan berpikir bahwa tiga huruf dari nama depan saya membentuk kata yang sama dengan bulan kelima itu. Jawaban mereka tidak salah. Kalaupun saya ditanyakan mengapa, sejujurnya saya pun tak tahu.
Pada suatu masa, ketika saya dianggap sudah cukup mengerti, saya diberitahu oleh Mami bahwa saya lahir prematur, delapan bulan lebih beberapa hari. Konon, saya sudah membiru di dalam kandungan karena terlilit tali pusar. Kalau tidak segera di C-section saya bisa mati. Anak itu harus segera dikeluarkan. Keputusan telah dibuat. Saya lahir prematur dan dimasukkan ke dalam inkubator. Dengan demikian, saya yang sesungguhnya lahir di bulan Juni justru lahir di bulan Mei. Saya memilih (ataukah dipilihkan) untuk lahir di bulan Mei. Sampai sekarang, kenyataan itu masih menjadi misteri untuk saya sendiri.
Beberapa hari sebelum ulang tahun saya yang ke-24,
Bila pertanyaan itu ditujukan pada saya, maka dengan jujur saya menjawab bulan Mei. Orang yang mengenal saya tentu akan berpikir bahwa saya memilih Mei karena pada bulan itulah saya lahir ke dunia. Atau, bagi yang tidak terlalu mengenal saya akan berpikir bahwa tiga huruf dari nama depan saya membentuk kata yang sama dengan bulan kelima itu. Jawaban mereka tidak salah. Kalaupun saya ditanyakan mengapa, sejujurnya saya pun tak tahu.
Pada suatu masa, ketika saya dianggap sudah cukup mengerti, saya diberitahu oleh Mami bahwa saya lahir prematur, delapan bulan lebih beberapa hari. Konon, saya sudah membiru di dalam kandungan karena terlilit tali pusar. Kalau tidak segera di C-section saya bisa mati. Anak itu harus segera dikeluarkan. Keputusan telah dibuat. Saya lahir prematur dan dimasukkan ke dalam inkubator. Dengan demikian, saya yang sesungguhnya lahir di bulan Juni justru lahir di bulan Mei. Saya memilih (ataukah dipilihkan) untuk lahir di bulan Mei. Sampai sekarang, kenyataan itu masih menjadi misteri untuk saya sendiri.
Beberapa hari sebelum ulang tahun saya yang ke-24,
Ini akan menjadi tahun kedua bagi saya dalam keadaan jauh dari orang tua untuk merayakan ulang tahun. Biasanya dulu akan digelar ibadah syukur. Itu sudah menjadi kebiasaan dan ketika tahun-tahun terakhir tidak terjadi demikian, rasanya ada yang kurang. Saya diliputi perasaan sepi. Saya begitu yakin bahwa pada ulang tahun saya nanti, saya akan sendirian melaluinya. "Sendirian" ini bukan berarti betul-betul sendiri. "Sendirian" mengacu pada keadaan tanpa letupan dan debar-debar, datar saja. Tentu akan ada acara makan-makan bersama Eyang dan anak-anak kos yang lain. Tapi manusia senang membanding-bandingkan. Tahun lalu ulang tahun saya meriah. Bu Anra masih ada, lalu ada kejutan dari teman-teman kuliah, juga tentu saja yang tak pernah absen ada Eyang, Bu Mery, Mbak Truly, dan anak-anak kos yang lain. Akan tetapi, tahun ini Bu Anra sudah di Papua, Bu Mery sedang berduka dan masih berada di Sorowako/Makassar, dan teman-teman kuliah saya masing-masing bergumul dengan tesisnya. Saya yakin 9 Mei nanti saya benar-benar akan di kos, tidur sampai siang dan setelah makan malam bersama, saya masuk ke kamar, nonton dvd sampai subuh sambil meratapi tesis dan nasib.
Tapi hidup senang memberi kejutan.
Dua hari sebelum ulang tahun
Saya mendapat kabar bahwa Kak Nunu dan Kak Tira, senior saya di Kosmik datang berlibur di Jogja. Saya tidak pernah mengira sebelumnya. Sungguh. Kak Tira juga berulang tahun pada tanggal 8 Mei. Maka, selama dua hari berturut-turut dua perempuan Taurus yang jelita ini melalui hari istimewanya bersama-sama. Saya juga mendapat kenalan baru, namanya Kak Adith, teman Kak Nunu yang diluar dugaan menjadi teman ngobrol dan bertukar pikiran yang menyenangkan.
Sehari sebelum ulang tahun...
Siang itu saya mendapat kabar tak terkira dari Mbak Truly. Ayu Utami akan datang ke Sanata Dharma. Saya sudah lama ingin bertemu dengan Mbak Ayu lagi. Apalagi karena tesis saya mengambil novelnya sebagai obyek penelitian. Kabar itu terasa mendadak. Saya malah berpikir untuk tidak pergi. Tapi sesuatu di dalam diri saya menguatkan. Saya harus pergi. Setelah bertemu Kak Tira, mengucapkan selamat ulang tahun padanya, saya pamit untuk ke Sanata Dharma.
Diskusi itu mengangkat tema Spiritualitas sebagai Pembawa Kehidupan. Diskusi itu dilaksanakan di pendopo PBI. Selain Ayu Utami yang akan menjadi pembicara, ada juga Romo Andalas, WR III Universitas Sanata Dharma, yang menjadi tandemnya. Saya dan Mbak Truly mengambil posisi duduk di depan. Acara dimulai pukul 7 malam. Romo Andalas, Ayu Utami, dan Mbak Wedo sebagai moderator duduk di kursi. Ini kali kedua saya bertemu Mbak Ayu secara langsung. Yang pertama tahun lalu ketika saya menghadiri bedah buku Maya. Waktu itu saya hanya bilang mau menulis tesis tentang perlawanan perempuan dalam novel. Beliau menyambut dengan antusias bahkan kalau saya ingin bertemu dengannya nanti, saya bisa datang ke Salihara. Kini setahun kemudian, saya sudah tahu apa yang akan saya teliti. Saya ingin Mbak Ayu tahu, novelnya akan menjadi obyek tesis saya. Saya ingin membuktikan konsistensi saya.
Mbak Ayu mengenakan tank top hitam, celana jeans hitam, boot (model yang untuk naik gunung), dan syal. Ia tak banyak berubah. Gayanya tetap sama seperti setahun lalu saya berjumpa dengannya. Ia juga terlihat muda untuk ukuran perempuan kelahiran 1968. Perawakan Mbak Ayu cenderung kecil. Tapi badannya kencang tanda rajin olahraga dan mungkin naik gunung. Hal yang berbeda ketimbang setahun lalu adalah ia mengenakan kacamata minus. Ia memang perempuan yang berkarakter. Kecantikannya unik, seperti ada misteri yang melekat padanya dan membuat orang tertarik menelisiknya lebih jauh. Saya senang dengan kecantikan jenis ini. Tidak biasa. Mahal. Sebagai perempuan cerdas, ia memiliki aura yang membuat orang segan padanya.
Pertemuan kedua dengan Ayu Utami. Foto ini mau dimasukkan nanti di appendix tesis :p
*kenang-kenangan
Pandangannya menyapu kami semua yang hadir. Lalu, mata kami bertubrukan. Ia tersenyum. Saya juga. Dalam hati saya kaget. Mbak Ayu mengingat saya. Ia bahkan tahu nama saya. Diskusi berjalan menarik. Saya bahkan memberikan beberapa pertanyaan terkait diskusi dan novel yang sedang saya teliti. Saat tiba sesi tanda tangan. Saya menghampiri beliau, kami bertukar cium pipi kiri dan kanan. Ia bertanya kok bisa sampai saya bertemu Kak Dicky di Kupang. Lalu saya menjelaskan bahwa saya menulis tesis mengenai pembaca novelnya. Ia terlihat surprise. Mbak Ayu bilang ia ingin membacanya kelak ketika tesis itu selesai. Ia memberikan emailnya. Malam itu ditutup dengan perasaan yang luar biasa. Seperti mimpi, seperti mujizat. Rasanya seperti kado ulang tahun yang terlalu dini. Setelah dari acara diskusi di Sanata Dharma, saya kembali bergabung dengan Kak Nunu, Kak Tira, dan Kak Adit yang sudah menunggu di Honje.
Awesome People (Ki-Ka): Kak Nunu, saya, Kak Adith, dan Kak Tira
*Perempuan Taurus nan jelita
*foto ucapan ulang tahun kak Adith
Pada hari ulang tahun...
Akhirnya saya yakin bahwa Tuhan memang tidak pernah membiarkan kita sendiri. Ia selalu punya cara dan siapa untuk membuatmu tidak sendiri. Bahkan bila itu terjadi bersama orang-orang yang tak terduga. Kak Nunu mengajak kami untuk nongkrong di angkringan sambil menunggu pergantian hari menuju tanggal 9. Merekalah yang membuat saya tidak merasa sepi hari itu. Padahal sebelumnya saya berpikir akan melewati hari ulang tahun saya dengan menonton film yang sedih-sedih. Kedua orang tua saya menelpon dan mengucapkan selamat ulang tahun. Para sahabat (Mbak Pipi yang membuatkan tulisan di blognya dan birthday present dari Yerinta) yang mengucapkan selamat baik via media jejaring sosial, sms, telepon, line, dan yang secara langsung. Selalu menyenangkan ketika ada suatu momen spesial di mana akhirnya mata kamera tertuju padamu. Itu adalah hari istimewamu dan kau bersyukur bahwa kau telah terlahir ke dunia.
Pada suatu ketika, saya memiliki impian sederhana untuk merayakan ulang tahun di tempat yang bermakna, entah itu di bangunan bersejarah atau keagamaan. Secara bersamaan, Kak Nunu mengajak kami ke Candi Borobudur yang secara kebetulan juga tepat pada hari ulang tahun saya. Saya tak pernah menduga merayakan ulang tahun dan menyambut matahari tanggal 9 Mei di atas mandala terbesar di dunia. Lagi-lagi doa saya terkabul.
Malamnya di kos, saya mengadakan syukuran dengan teman-teman kos. Mbak Truly membelikan kue ulang tahun. Lucunya, hampir semua anak kos mengira itu adalah syukuran ujian tesis. Saya bilang belum, tetapi tolong didoakan agar bisa selesai indah pada waktunya. Kebetulan anak kedua Eyang, Om Sigit, juga datang dari Jakarta. Jadinya malam itu juga sekalian ramah tamah dan memperkenalkan anak kos yang baru. Untuk pertama kalinya saya didoakan menurut agama Hindu. Farah, salah satu anak kos yang juga seorang Ida Ayu, membacakan mantra untuk memohon berkat bagi makanan yang akan kami santap nanti. Malam itu tidak hujan. Bulan purnama meski hampir menuju tilam tetap bersinar.
Sunrise at Borobudur (foto: kak nunu)
*meditasi..meditasi.. (foto: antara kak adith atau kak tira)
Malamnya di kos, saya mengadakan syukuran dengan teman-teman kos. Mbak Truly membelikan kue ulang tahun. Lucunya, hampir semua anak kos mengira itu adalah syukuran ujian tesis. Saya bilang belum, tetapi tolong didoakan agar bisa selesai indah pada waktunya. Kebetulan anak kedua Eyang, Om Sigit, juga datang dari Jakarta. Jadinya malam itu juga sekalian ramah tamah dan memperkenalkan anak kos yang baru. Untuk pertama kalinya saya didoakan menurut agama Hindu. Farah, salah satu anak kos yang juga seorang Ida Ayu, membacakan mantra untuk memohon berkat bagi makanan yang akan kami santap nanti. Malam itu tidak hujan. Bulan purnama meski hampir menuju tilam tetap bersinar.
5 Hari setelah ulang tahun...
Pertengahan April. Saya ingat persis ketika melihat baliho Dewa 19 reuni akan konser di Jogja. Saya langsung mengajak Bu Mery dan Mbak Truly untuk nonton bersama nanti. Tiga hari kemudian saya langsung ke Legend Cafe untuk membeli tiketnya disana. Saya masih belum ngeh bahwa hari mereka konser ternyata hanya selang beberapa hari dengan ulang tahun saya. Saya hanya tahu bahwa konser Dewa itu bertepatan dengan hari Kenaikan Tuhan Yesus. Sayangnya, terjadi peristiwa-peristiwa dalam rentang waktu itu yang membuat hanya saya dan Mbak Truly yang akhirnya menonton konser tersebut.
Mungkin terasa lebay. Tetapi, saya sudah lama ingin menonton konser Dewa 19, mungkin sejak masih kecil. Dewa 19 adalah band favorit saya nomor satu. Saya bahkan membeli album Bintang Lima dengan uang jajan sendiri waktu masih SD. Bagi saya hanya ada dua konser penting: konsernya Kahitna dan Dewa 19. Dan keduanya sudah terpenuhi. Dulu, ketika Dewa 19 manggung di Makassar dan saya sudah di Jogja, saya benar-benar sedih kehilangan kesempatan itu. Dibutuhkan waktu hampir 2 tahun untuk bisa menonton konser Dewa dengan formasi Ari Lasso. Ajaibnya, waktunya juga bertepatan setelah ulang tahun saya. Bolehlah saya merasa bahwa konser ini merupakan kado ulang tahun saya juga.
konser Dewa 19 reuni
Pada akhirnya, saya tahu bahwa rencana saya, pikiran saya tak terbukti. Manusia boleh berencana, tetapi Tuhan yang menentukan arah langkahnya. Langkah itu bahkan lebih indah dari rencana dan pikiran-pikiran saya. Satu yang pasti, lagi-lagi, kita tidak pernah dibiarkan berjalan sendiri.
Meike
5 hari sesudah ulang tahunnya yang ke-24,
pada hari kenaikan Tuhan Yesus ke Surga
pada hari ke-15 di bulan Maria