Catatan Akhir Tahun
Jumat, Januari 02, 2015
*tumblr*
Untuk menuliskan sesuatu yang disebut "akhir" maka kita harus menoleh ke belakang dan melihat apa yang sudah terjadi. Apakah berat badanmu naik atau turun? Apakah ada perubahan pada jumlah jerawatmu? Apakah model rambutmu sudah berubah? Apakah teman-temanmu bertambah atau malah berkurang? Apakah kau sudah melakukan sesuatu untuk sesama? Apakah kau bahagia?
Pertanyaan bagi kita untuk dijawab bukan berapa lama usia kita atau berapa kali kita menutup tahun yang lama dan memulainya dengan yang baru, melainkan bagaimana kita menjalani hidup. Apakah kita termasuk orang yang disebut Alice Walker dalam novel The Color Purple sebagai orang-orang yang survive atau orang-orang yang fighting. Itu semua tergantung pilihan kita. Untuk bertahan hidup kita memang harus gigih dan untuk menjadi seorang petarung kita harus memiliki keberanian. Sayangnya, banyak diantara kita yang tak percaya dan memilih untuk tidak memiliki harapan. Mereka membiarkan saja apa yang datang dalam hidup mereka layaknya lakon yang harus diperankan tanpa improvisasi. Padahal mereka diberi kemewahan untuk memiliki harapan. Harapan yang membuat kita mempunyai arti dan semangat hidup.
Memang butuh waktu untuk memahami bahwa Tuhan mendengar doa-doa kita. Butuh banyak peristiwa dan teguran untuk tahu bahwa Tuhan memiliki keputusan dan waktu-Nya sendiri. Kadang-kadang, ketika kita berdoa dan tak menemukan jawaban, kita menjadi kecewa. Tapi tidak. Tuhan menjawab doa-doa kita. Walaupun terkadang jawabannya memang "Tidak" dan butuh waktu untuk memahaminya. Saya percaya bahwa Tuhan juga memiliki jawaban "Ya" dan "Belum" dan semuanya berhubungan dengan waktunya Tuhan, bukan waktu yang kita pakai sekarang. Percayalah, ketika kau mendapat jawaban "Ya" disaat semua hal berkata "Tidak" padamu, kau akan tahu bahwa di dalam Tuhan tak ada yang mustahil. Kau percaya bahwa doamu didengar. Kau akan percaya pada keajaiban, mujizat.
Tapi berkat Tuhan tidak selalu datang dalam hal yang indah-indah. Ia juga turut mendatangkan segala sesuatu, termasuk yang paling buruk sekalipun. Sebagai manusia biasa, kita juga membutuhkan waktu untuk memahami bahwa bencana, penderitaan, sakit-penyakit, dan duka juga adalah berkat Tuhan. Pertanyaannya, mengapa Tuhan memberikan kita penderitaan, bencana, dan hal-hal yang membuat hati sedih? Saya jadi teringat Romo Sindhunata yang berkata bahwa dalam penderitaan-lah sebenarnya manusia berbagi dan dalam berbagi itulah kita tidak memandang lagi perbedaan. Ketika pesawat Air Asia yang jatuh dan hilang di tengah lautan, banyak orang terketuk empati dan kemanusiaannya. Bahkan untuk merayakan malam Tahun Baru yang sebelumnya semarak sudah tak berselera lagi. Betapa musibah ini justru malah membuat pemerintah Indonesia, Malaysia, dan Amerika bahu membahu mencari puing-puing pesawat dan jenazah para korban. Padahal kita tahu sendiri bagaimana hubungan rumit ketiga negara-negara ini. Pada titik ini, penderitaan juga membuat kita lupa pada permusuhan.
Di tahun 2014, saya belajar bahwa standar kebahagiaan saya dan standar kebahagiaan Tuhan itu berbeda. Saya belajar bahwa ukuran baik saya dengan ukuran baik Tuhan juga berbeda. Maka di tahun 2015, saya mau belajar untuk melihat sesuatu seperti perspektif yang dipakai Tuhan (meskipun ini sangat sulit dan tidak mudah). Dibutuhkan keberanian untuk malu dan terasing karena berbeda karena mungkin tak memenuhi standar dalam masyarakat. Saya mau belajar merelakan sesuatu yang saya anggap baik dan indah.
Saya mau hidup untuk percaya dan tidak khawatir. Saya mau percaya bahwa segala sesuatu itu baik dan indah pada waktu-Nya.
Selamat datang 2015, isilah hidup kami dengan warna-warnimu.
0 comments