My Grown-Up Christmas List
Rabu, Desember 17, 2014
Namaku Meike. Mungkin kau sudah lupa padaku. Sudah 18 tahun berlalu sejak kita pertama kali bertemu. Dulu aku anak kecil berambut ikal berwarna coklat, berkulit putih, bermata sipit, dengan setitik tahi lalat yang terletak di garis senyum. Sekarang, ketika waktu perlahan memakan manusia, rambutku sudah berubah lebih hitam, kulitku tak seputih dulu lagi, mataku masih tetap sipit, dan tahi lalatku sudah besar, kadang-kadang ada sehelai rambut di ujungnya yang akan cepat-cepat kusingkirkan. Nah, mudah-mudahkan kau sudah ingat padaku.
Sesungguhnya aku sudah lupa apa sebenarnya yang aku minta padamu waktu itu. Tapi dalam samar-samar ingatanku, aku membuat banyak daftar, a list. Daftar yang sangat panjang, mungkin saja tentang inginnya aku punya boneka, tas baru, buku gambar, crayon warna-warni (aku tidak suka pakai pensil warna), baju baru, sepatu baru, buku dongeng, dan entah apa lagi. Aku menulis keinginanku di kertas memo milik Daddy. Ada lebih dari 3 lembar sepertiya karena kerta memo itu ukurannya lebih kecil dari kertas HVS. Lalu daftar itu kumasukkan dalam kaos kaki warna putih milikku. Aku tidak punya kaos kaki merah seperti yang muncul di film-film Hollywood. Lalu, kaos kaki itu aku letakkan di kaki pohon terang sambil berharap sebentar malam kau akan datang mengambilnya dan mengabulkan keinginanku.
Namun, kado natal darimu yang aku terima agak berbeda dari yang kutulis. Seingatku aku menerima sebuah buku dengan Sailoor Moon sebagai covernya, sebuah crayon, dan mungkin sebuah tas. Aku berpikir kau tak mengabulkan semua keinginanku. Mungkin aku tak jadi anak baik selama setahun. Padahal aku telah menukar kesukaanku menghisap jempol demi hadiah-hadiah itu. Kau tahu sendiri betapa sukanya aku menghisap jempol sejak konon dari kandungan. Berpisah dengannya adalah patah hati pertamaku. Tapi, kata Mami aku sudah besar hampir 5 tahun usiaku katanya. Aku tidak boleh isap jari lagi. Saat itu aku berpikir, ketika kita dikatakan "besar" maka kita akan dituntut untuk berkorban.
Kini aku datang lagi padamu. Menulis keinginanku dalam blog yang akan dibaca sejuta umat. Hey, ini zaman digital, sudah semakin canggih. Manusia zaman sekarang bahkan sudah punya pohon terang digital. Mengapa aku tak bisa menulis daftar digital juga?
Keinginanku kali ini bukan tentang yang aku tulis 18 tahun lalu ketika aku masih polos memandang dunia. Saat masih anak-anak kita tahu kesedihan akan sirna dengan membuka kado-kado berisi sesuatu yang diinginkan. Namun, ketika dewasa kita tahu kado-kado yang dibungkus cantik dan ditaruh di bawah pohon Natal tidak mampu menyembuhkan jiwa manusia yang tersakiti. Kita mulai melihat warna dunia: putih, hitam, dan abu-abu. Kadang merah, kadang biru, lebih sering merah muda. Warna-warni itu tergantung dari mana perspektifmu melihat. Maka, aku ingin membuat daftar yang melampui hal-hal yang bersifat materi. Yang tidak bisa dibungkus kertas kado dan dihiasi pita warna-warni.
Aku ingin setiap peperangan yang terjadi di dunia berhenti. Dari peperangan fisik sampai ekonomi. Jangan lagi ada perpecahan di antara manusia. Terlebih lagi pembunuhan dan penganiayaan yang mengatasnamakan agama, ras, dan etnis.
Aku ingin tidak ada lagi penindasan terhadap negara-negara dunia ketiga yang sumber daya alamnya dieksploitasi gila-gilaan oleh negara-negara maju. Yang warganya menumpang di tanah mereka sendiri, yang pemerintahnya tidak sadar kalau mereka menjual diri pada korporasi.
Aku ingin setiap orang mendapatkan hak-nya. Termasuk hak untuk menikah dan tidak menikah.
Aku ingin keadilan ditegakkan. Mereka yang memimpikan keadilan datang ke bumi dalam bentuk hukum yang tidak tunduk pada uang dan kekuasaan.
Aku ingin setiap orang mendapatkan teman. Teman yang mau berjalan di samping mereka di jalan yang tinggi dan rendah, dalam hujan badai dan panas terik. Teman yang memiliki hati yang memahami yang seperti kata Rabindranath Tagore, adalah rumah.
Aku ingin waktu menyembuhkan setiap hati yang luka. Setiap orang berhak mendapatkan kesembuhan meskipun kadang mereka menikmati luka yang tertoreh di hatinya. Biarkanlah hati itu kuat untuk menerima dan memaafkan.
Aku ingin cinta tetap abadi. Kasih sayang tak akan punah meskipun kebencian juga hidup dan merajai hati manusia.
Ini keingianku yang tidak lagi aku tulis di kertas dan kumasukkan dalam kaos kaki. Aku tahu permintaanku tidak dengan segera dikabulkan, this is only life long wish. Mungkin dalam kepercayaan buta kita akan menemukan kebenaran. Percayalah, aku meminta bukan untuk diriku sendiri, tapi juga untuk orang lain sekalipun mereka tak percaya pada Santa Claus atau pada keajaiban sekalipun.
0 comments