OPTIMISME
Jumat, Oktober 03, 2014
*Das ist Brandenburger Tor. pic from tumblr*
Hallo, Wie geht es dir?
Sudah sebulan ini saya mengikuti kursus bahasa Jerman di Pusat Studi Jerman UGM. Keinginan itu sudah terbersit sejak awal kuliah dan baru terealisasi di semester ini. Belajar bahasa Jerman kali ini seperti nostalgia saat mempelajarinya dulu di SMA. Dan sungguh mati, saya menyesal tidak belajar baik-baik waktu itu. Beberapa materi banyak yang sudah terlupakan dan saya harus memulai segalanya dari awal lagi.
Kembali mempelajari bahasa seperti membalikkan kaset side A ke side B. Memori itu terputar kembali ketika saya mengikuti kursus bahasa Inggris demi bisa speak fluently dan test TOEFL untuk lanjut sekolah. Momen di mana saya pulang balik kampus-Briton setiap hari dan mengorbankan kesenangan-kesenangan masa muda, pacaran misalnya. Yang paling tak terlupa adalah momen dimana saya pernah menangis di atas pete-pete --benar-benar air mata yang mengucur di pipi-- karena tiba-tiba saja saya merasa takut sekaligus kesepian berjalan sendiri di jalan yang saya pilih.
Tapi, airmata saya diseka oleh harapan-harapan bahwa apa yang saya lakukan ini tidak akan sia-sia. Dan kini semuanya berulang, perjalanan belum berakhir. Perjalanan itu baru saja dimulai.
Hal yang paling kusukai dari Herr I, guru bahasa Jerman kami yaitu sikap optimis yang dimilikinya. Herr I, pria Jawa bertinggi sedang, agak kurus, namun berkulit putih itu selalu optimis bahwa kelak kami - 18 orang muridnya - suatu saat nanti akan menginjakkan kaki di Deutschland. Ia percaya bahwa hal itu sudah dimulai dari hal kecil: belajar bahasa sebagai alat komunikasi untuk survive disana. Rasa percayanya dan optimisme yang ditanamkannya pada kami itulah yang membuat semangat itu terus menyala. Kita membutuhkan sikap optimis untuk melengkapi harapan-harapan itu dan rasa itu bukan saja datang dari diri sendiri tetapi diberikan pula oleh orang lain.
Inilah harapan yang semoga sesuai dengan kehendak Tuhan. Saya memilih Jerman untuk melanjutkan pendidikan doktoral bukan karena gengsi atau gaya-gayaan. Bukan pula karena saya mental bangsa terjajah dan masih di bawah pengaruh post-kolonial sehingga selalu memandang takjub hal-hal di luar Indonesia. Pertama, pendidikan doktor Ilmu Komunikasi di Indonesia masih sedikit, bahkan setahuku masih Unpad yang memiliki program murni itu. Kedua, sejak semula saya tertarik dengan kajian kritis, mazhab Frankfurt, atau minat studi dan penelitian-penelitian yang saya lakukan selalu mengarah ke sana (Saya baru sadar, skripsiku bahkan tentang dongeng Jerman!). Ibaratnya mencari kitab suci ke barat ala biksu Tong. Ketiga, setidaknya saya punya sedikit sisa-sisa kemampuan berbahasa Jerman ketimbang harus betul-betul belajar bahasa dengan huruf yang beda pula dari nol. Keempat, carilah negara yang berprospek ketemu jodoh lebih besar. Maksudnya, Jerman itu kan di tengah-tengah, kita bisa keliling Eropa dengan trem dan otomatis bisa ketemu "Ethan Hawke ala Before Sunrise" disana. Kelima, saya harus dan merasa wajib mengunjungi kuburan Beethoven dan Niklas Luhmann.
Tentu saja belajar adalah proses begitu pula dengan menggapai cita-cita. Kita harus tahu bersusah-susah dahulu supaya tahu bersenang-senang ke tepian. Saya selalu teringat kata-kata Mbak Truly, "Kalau kamu galau keluarlah dan pandangilah langit pada malam hari, lihatlah bintang-bintang...lihatlah kemungkinan tak terbatas yang terhampar disana. The infinite possibilities". Kita memang tidak tahu kemana angin akan membawa kita, tetapi sebaiknya kita melakukan apa yang bisa kita kerjakan, apa yang bisa kita usahakan. Lalu, biarkanlah Yang Mahakuasa melakukan apa yang menjadi bagianNya.
Ditulis tepat tanggal 3 Oktober, hari Reunifikasi Jerman yang berawal dari runtuhnya tembok Berlin yang kemudian mempersatukan Jerman Barat dan Jerman Timur. Bukankah ini suatu sinkronisitas yang manis? Suatu saat nanti saya akan berada di depan Brandenburger Tor (yang kedengaran seseksi vibrator di telinga saya) untuk melakukan perjalanan lain sebagai pengembara kehidupan.
PS: To Kak Emma, above all don't lose hope :)
1 comments
astagaaa... baru sempat baca...
BalasHapusRonan's