Paradoks
Minggu, Oktober 12, 2014
Hubungan saya dengan Alam seperti cinta anak lelaki di kelas sebelah yang malu-malu menyatakan rasa. Ia hanya memandangi saja keindahannya tanpa pernah bersentuhan langsung. Sejenak kesedihan itu seperti keberadaan Matahari dan Bulan, bersama tapi tak boleh bersatu, bahkan kalau terlalu dekat menimbulkan gerhana Matahari yang bisa merusak mata. Saya ingin sekali naik gunung. Tetapi baru saja naik di atas bukit, saya sudah tak tahan dingin. Langsung sakit dengan demam 39 derajat. Saya juga ingin bersatu dengan laut, tetapi saya tidak bisa berenang. Hal ini sungguh menyesakkan. Percayalah.
Golongan darah saya AB, termasuk golongan darah langka di dunia, di Indonesia saja cuma 7 % dari 200 juta penduduk. Saya tidak pernah terlalu memikirkan pengaruh golongan darah dengan seseorang, sampai hari ini. Dulu, Kak Abe pernah menyebut saya paradoks. Sejujurnya itu agak mengganggu saya. Paradoks dekat dengan terma "tidak konsisten" dan betapa saya sangat tidak menyukai hal-hal bahkan orang-orang yang tidak konsisten dengan apa yang dilakukan atau diucapkannya. Masalahnya saya hidup dalam paradoks itu.
Barulah saya ketahui bahwa golongan darah AB bukan saja langka tetapi juga unik kalau mau tidak dibilang aneh. Karakter orang-orangnya sulit dideskripsikan, sulit pula dimengerti. Mereka adalah gabungan orang-orang yang bergolongan darah A dengan dan orang-orang yang bergolongan darah B. Mereka adalah perpaduan ekstrovert dan introvert. Mereka adalah Hitam sekaligus Putih, kamu bisa menyebutnya orang Abu-Abu meskipun perspektif mereka tidak abu-abu. Lihatlah Batman! Bruce Wayne bergolongan darah AB, ia tentu saja pahlawan bagi Gotham tetapi tujuannya menjadi pahlawan adalah untuk membalas dendam atas kematian orang tuanya. Dengan kata lain, orang-orang golongan darah AB kalau dalam paradigma ilmu adalah postmodernisme. Dalam penelitian, mereka adalah golongan mix-method. Dalam psikologi, mereka termasuk bipolar. Mereka adalah kontradiksi yang memikat.
Saya seorang feminis tapi saya tidak bisa meghilangkan paradigma kalau harusnya laki-laki yang berinisiatif mendekati perempuan duluan atau yang melamar nanti. Saya juga tak bisa terima -meskipun menentang habis-habisan sistem yang menjadikan laki-laki sebagai kepala keluarga - tetapi saya tetap ingin suami saya punya pekerjaan dan penghasilan tetap. Saya menentang konstruksi cantik masa kini: putih, tinggi, langsing. Tetapi saya juga kepengen langsing seperti dulu dan diam-diam ingin punya tinggi di atas rata-rata. Saya membaca teori-teori Marxist tetapi sangat konsumtif yang artinya secara tak langsung saya adalah sekian ratus juta orang yang memanjangkan umur kapitalisme di dunia. Saya sudah memutuskan berpihak pada yang lemah dan tertindas, tetapi saya tidak mau hidup susah dan ingin dalam zona nyaman. Teman kuliah saya, Andi mengeluarkan istilah "bohemian borjuis" alias BoBo untuk menyebut orang-orang macam saya ini. Gayanya sih bohemian (kalau saya cenderung style-nya ke-gypsy-gypsy-an) tetapi gadget-nya keluaran merk ternama yang harganya jut-jut. Tak mau naik pesawat karena mahal, tetapi naik kereta api kelas eksekutif. Kemana-mana naik taksi atau ojek karena tak sanggup jalan kaki. Padahal begitu excited bilang ke orang-orang, "jalan kaki itu sehat, loh..."
Lagi-lagi, seperti mau naik gunung tapi tak tahan dingin dan tak lincah mendaki atau senang dengan pantai tapi tak bisa berenang jadi tak bisa snorkeling apalagi diving, saya hidup dalam paradoks yang menyedihkan itu. Saya berusaha keras menyukai seseorang karena karakternya, karena kepribadiannya tetapi tetap saja saya menyukai seseorang, tergila-gila pada seseorang karena tampangnya. Lalu, saya suka membuat pembenaran dan kadang-kadang "takdir Tuhan" dibawa-bawa untuk membenarkan ke-paradoksian saya, hawa nafsu saya. Lalu,teringatlah saya pada kata-katanya Pramoedya Ananta Toer, "Bersikaplah adil sejak dalam pikiran", pikiran saya memang (mencoba) adil, tetapi tindakan atau selera saya tidak adil. Ini belum termasuk membebani orang lain mendengarkan cerita saya tentang orang itu berulang-ulang.
Setiap orang bergolongan darah AB pasti memiliki suatu keanehan yang berbeda-beda. Cobalah perhatikan mereka yang ada di sekitarmu.
PS: akibat perbincangan tiga perempuan langka bergolongan darah AB
2 comments
Saya juga orgnya paradoks kak, sering menginginkan seseatu, tapi ketika hal yg kuinginkan ada dihadapanku, rasa2nya nda siap.. :(
BalasHapuskak mieke, rinduku sama kita.
Mungkin paradoks juga keadaan alamiah manusia ya...hehehe...
BalasHapusiya kangennya mi juga sama Afril...bbm udah gak aktif lagi klo mau contact2an, di line aja ya ID: meikekarolus