Lagi-Lagi Pemikiran Yang Belum Tentu Bijak
Senin, September 29, 2014
Kau boleh tidak suka pada kenyataan ini, tetapi kita hidup dalam dunia yang kompetitif. Persaingan itu bahkan dimulai sejak kau masih berupa kecebong yang dimuntahkan dalam rahim ibumu. Kau harus menjadi yang nomor 1, karena hanya 1 kecebong yang akan jadi bakal anak. Ketika kau sudah pantas disebut manusia, persaingan itu terus berlanjut. Bahkan lebih ngeri, di rahim ibu kau bersaing dengan bakal calon anak ibumu, tapi di dunia ini, kau bersaing dengan anak orang lain yang sudah pasti ada yang lebih cerdas, lebih kaya, atau lebih menarik darimu.
Misalnya saja saat kau baru bangun pagi. Jika kau anak kos, maka kau akan berebut siapa yang lebih dulu menggunakan kamar mandi. Bersyukurlah kalau kos-mu memiliki fasilitas kamar mandi sendiri. Jika tidak, kau harus tabah menanti dalam antrian selanjutnya. Kalaupun toh kau tinggal di rumah sendiri, pastinya kau juga bersaing dengan anggota keluarga yang lain. Tak pernah mengalami hal itu? Taruhan kau pasti pernah berebutan sambil mengendarai kendaraan pribadimu atau menumpang angkutan umum untuk mendahului lampu merah. Ini aneh, tetapi selalu ada kepuasan tersendiri jika berhasil meloloskan diri di detik-detik terakhir pergantian lampu hijau ke merah.
Misalnya saja saat kau baru bangun pagi. Jika kau anak kos, maka kau akan berebut siapa yang lebih dulu menggunakan kamar mandi. Bersyukurlah kalau kos-mu memiliki fasilitas kamar mandi sendiri. Jika tidak, kau harus tabah menanti dalam antrian selanjutnya. Kalaupun toh kau tinggal di rumah sendiri, pastinya kau juga bersaing dengan anggota keluarga yang lain. Tak pernah mengalami hal itu? Taruhan kau pasti pernah berebutan sambil mengendarai kendaraan pribadimu atau menumpang angkutan umum untuk mendahului lampu merah. Ini aneh, tetapi selalu ada kepuasan tersendiri jika berhasil meloloskan diri di detik-detik terakhir pergantian lampu hijau ke merah.
Persaingan itu begitu mengerikan bahkan kadang meminta pengorbanan. Persahabatan salah satunya, karena sahabat baikmu bisa menjadi saingan utamamu. Andaikan kalian berdua sedang berlari menuju tujuan yang sama, namun ternyata di tengah jalan, sahabatmu itu diberi tumpangan yang membuatnya sampai tujuan lebih cepat daripada dirimu yang menggunakan kaki, tentu kau akan kesal. Pastinya diam-diam kau menginginkan posisinya. Tapi apa daya, setiap orang memiliki jalannya sendiri. Setiap orang memiliki keputusan-keputusannya sendiri. Lalu kau harus mengakui bahwa setiap orang berlari dengan kecepatan yang berbeda. Kau harus mulai mengubah perspektifmu, bukan kau yang bersaing dengan sahabatmu itu atau orang lain, tapi kau sesungguhnya bersaing dengan dirimu sendiri.
Berbahagialah orang yang berhasil mengalahkan dirinya. Karena ia tak perlu menjadi iri hati pada orang lain. Ia sadar, keberhasilan ataupun kekalahan dirinya bukan disebabkan oleh orang lain. Musuhnya adalah dirinya sendiri. Kawannya adalah dirinya sendiri. Sehingga suatu saat nanti jika ia melihat keberhasilan orang lain atau kesempatan emas yang diraih orang lain. Ia tak harus bersungut-sungut sambil menceritakan kedengkiannya pada orang-orang. Ia akan tersenyum dan berkata, "Ya, seharusnya saya bisa seperti dia. Tapi saya malas" atau "Ya dia memang pantas mendapatkannya tetapi saya memilih jalan saya sendiri".
Mungkin ini lebih baik daripada kita hanya melihat keberhasilan orang lain sembari jadi penonton di bangku depan. Kadang untuk memulai suatu pertandingan, kau membutuhkan sedikit keberanian dan lebih banyak kemauan.
2 comments
Garis finish emang penting ya,
BalasHapusYang ga kalah penting kesenangan saat berlari itu sendiri...
Yuk berjabat tangan, and enjoy the race :D
iya Mbak.....dalam proses kita belajar, dalam proses kita berubah :)
BalasHapus