Keputusan yang diiringi Katon Bagaskara
Selasa, April 22, 2014
Sejak beberapa hari yang lalu, saya gandrung mendengarkan lagu-lagu ciptaan Katon Bagaskara yang versi dia solo bukan yang sama Kla Project. Lagu-lagu yang saya maksud tidak sebegitu familiar Negeri di Awan, Cinta Selembut Awan, atau Dinda Dimana. Lagu-lagu ini saya temukan acak dari album solo Katon di akhir tahun 90-an sampai awal tahun 2000-an. Katon Bagaskara memang dikenal dengan lagu-lagunya yang khas, baik musik dan liriknya yang terkenal puitis. Bukan puitis nau-nau seperti lagu populer zaman sekarang. Pendengar lagu-lagu Katon memang orang-orang tertentu dengan selera tertentu yang sudah pasti tidak mainstream. Mereka juga kadang memiliki hobi yang tidak lazim. Agak hobi berpuisi dan berfilsafat barangkali.
Sebenarnya secara tidak sengaja dalam perjalanan pulang dari Malioboro bersama Bu Mery, saya mendengarkan lagu Pasangan Jiwa di taksi. Awalnya saya suka karena musiknya yang familiar tapi begitu saya mendengarkan dengan seksama liriknya, saya jadi galau.
kadangkala aku berkhayal
seorang di ujung sana juga tengah menanti
tiba saatnya begitu ingin berbagi batin
mengarungi hari yang berwarna
di mana dia pasangan jiwaku
ku mengejar bayangan...(Pasangan Jiwa)
Kisah lagu ini memang agak mirip lagu klasik Goodnight, My Someone di film The Music Man. Kisah tentang seseorang yang menanti soulmate-nya. Bedanya kalau Pasangan Jiwa-nya Katon masih berupa bayangan maka lagu Goodnight, My Someone membuat kekasih imajiner karena tidak punya makhluk utuh untuk dirindukan. Jangan memandang sebelah mata orang yang masih menantikan pasangan jiwa-nya sebagai orang yang putus asa dan merana. Menurut saya, inilah salah satu keinginan hakiki manusia sebagai makhluk sosial. Kita butuh seseorang untuk berbagi, entah kebahagiaan atau kesedihan. Kita butuh seseorang untuk menjadi lautan bagi sungai-sungai pikiran kita yang terbentuk dari hilir-hulu pengalaman dan pengetahuan. Kita pada dasarnya butuh untuk mengasihi, mencintai. Dan bila kita bertekun, kita akan diizinkan menikah dengan pasangan jiwa itu, karena rupa-rupanya banyak pula orang yang tidak sabaran dan malah menikah dengan pasangan jiwa orang lain.
Tapi bagaimana kalau pasangan jiwa-nya beda zaman? Jangan-jangan Soekarno sebenarnya jodoh saya, tapi karena saya lahir 90 tahun kemudian, makanya dia gonta-ganti istri karena belum menemukan saya diantara mereka (ngaco!). Saya pernah menanyakan itu pada Pendeta Anra dan beliau dengan tegas menjawab,"dia yang dikehendaki Tuhan, tidak akan bertepuk sebelah tangan". Kemudian saya mikir lagi, semua kepercayaan memiliki pendapat yang sama bahwa Tuhan tidak akan memberikan beban melebihi kemampuan umat-Nya. Dengan kata lain, Tuhan bertanggung jawab untuk mengizinkan apa pun terjadi di hidup kita. Ada perkara kecil, ada perkara besar. Selesaikanlah perkara yang kecil, maka kau telah menyelesaikan perkara yang besar. Dalam hal ini, saya menyadari bahwa perspektif saya dengan perspektif Tuhan ternyata berbeda. Saya punya rencana dan mimpi-mimpi tentang hidup saya tapi Tuhan juga punya rencana-rencana untuk saya. Saya punya perspektif khusus pada seseorang sebagai perkiraan dialah pasangan jiwa itu. Tapi, Tuhan juga punya perspektif terhadap orang yang saya kira itu dan (mungkin) orang lain yang dia tahu sepadan dengan saya.
Saya teringat ekspresi seorang kawan ketika saya minta dijodohkan dengan kakaknya yang ganteng. Berkali-kali saya merayu teman saya itu untuk dijodohkan dengan kakaknya yang lulusan Amerika itu tetapi ia juga berkali-kali menolak. Meskipun dalam konteks bercanda, wajahnya tetap serius. Alasannya, ia sangat mengenal kakaknya. Kakaknya itu player, dan dia tidak mau kalau suatu saat nanti kakaknya menyakiti saya (so sweet banget yaa..?). Padahal di mata saya, tidak ada yang salah dengan kakaknya. Tapi teman saya ini tetap tidak mau. Berkali-kali dia bilang dia sangat mengenal tabiat kakaknya dan tidak mau saya tersakiti apalagi jika terjadi apa-apa, hubungan saya dengan dia jadi rusak. Karena bagaimanapun dia dan kakaknya juga sangat dekat. Saya kemudian berpikir bahwa mungkin Tuhan juga sama seperti teman saya itu. Misalnya, setiap malam saya berdoa minta dijodohkan dengan si Anu. Tapi seperti teman saya itu, wajah Tuhan pasti akan mengernyit tanda tidak setuju. Tuhan mengenal benar setiap orang, tapi saya tidak. Tuhan mengetahui masa depan dan saya tidak tahu apa yang akan terjadi 5 menit lagi. Jelas saya kalah. Maka kehendak-Mulah yang jadi.
***
Orang Jawa terkenal dengan salah satu konsep hidupnya yang disebut nrimo. Secara singkat, nrimo berarti kita tidak menggugat keputusan Gusti Allah apapun yang terjadi. Kita tidak memaksa bahwa kehendak kita yang jadi, tapi biar Gusti Allah yang atur. Bukan berarti nrimo pada segala hal. Ada memang hal-hal yang tidak bisa kita ubah meski kita berusaha dan menggugat setiap saat, hati manusia misalnya. Nrimo membuat kita tidak menuntut apa-apa, penyerahan diri. Jika lebih dalam lagi, nrimo sebenarnya dekat dengan cara hidup yang tidak melekatkan diri pada apapun. Apa saja yang dikasih, kita terima dengan ikhlas. Ibaratnya, kalau Gusti sudah kasih satu ubin untuk dibersihkan, ya kita bersihkan saja satu ubin itu dengan benar, tidak perlu rakus membersihkan halaman rumah orang.
Lagi-lagi sambil mendengarkan lagu-lagunya Katon (coba dengarkan Semestinya Kau Bahagia, Lara Hati, dan Bawalah Hatimu) saya membuat keputusan untuk nrimo, menerima. Bagi saya, dengan melakukan penyerahan diri seperti itu sebenarnya kita telah berdamai dengan diri kita yang lama.
6 comments
saya ingat sy pernah dengar ini lagu dalam perjalanan dinas kantor ke polewali.
BalasHapusbikin meleleh ini lagu, mauka kurasa menghilang saja hahaha.
*pacarnyaronankeating*
hahahaaa.....
BalasHapuskak ems, harus ntn vidklipnya Semestinya Kau Bahagia deh...dijamin bikin meleleh...
iya, lagu itu juga lagi sering sy dengar skrg. nge-jleb jg liriknya itu, hanya katon yang bisa... #garuk2aspal
BalasHapusMrs. Keating
"Walau nanti umpama kita tak berdua. Tak ada sesal kurasa karna kau layak bahagia.."
BalasHapus*pingsan*
ini jg lg ndengerin lagunya katon emang bagus dan dalam makna, atmosfernya beda
BalasHapusAdhi: Iya betul....tidak mudah memahami lagunya, namun jika momennya pas serasa menusuk sampai ke ulu hati
BalasHapus