Cerita Kota
Kamis, Maret 06, 2014
Satu-persatu bangunan disana beraneka ragam. Ada bangunan tua yang telah berdiri jauh-jauh hari sebelum kau lahir. Adapula bangunan baru dengan segala modernitas yang dilekatkan padanya. Adapula percampuran dari kedua bangunan itu, mengawinkan masa silam dengan masa kini. Keduanya tampak serasi. Jangan lupakan pepohonan hijau di kiri-kanan (kau bahkan bisa menemukan pohon beringin bersembunyi di balik bangunan beton). Ada banyak kendaraan lalu lalang di jalan-jalan yang tak seberapa lebarnya. Ada delman dengan pak kusir yang memakai blankon. Para pejalan kaki sampai yang mengenakan kendaraan roda empat lalu lalang dengan tujuan masing-masing. Deru suara kereta api kadang-kadang membuatmu awas. Jangan lupakan musisi jalanan yang mulai beraksi. Kau akan menemukan suasana yang khas. Setiap kota memang memiliki suasananya sendiri. Bila kau punya waktu luang, naiklah ke tingkat paling tinggi (lihatlah dari sisi yang berbeda). Lihatlah dari tempat dimana biasanya kau tak berada disana. Lihatlah dari kacamata yang berbeda.
Jika kau seorang pelukis, kau akan menggabungkan semua elemen yang ada dalam kota ini pada lukisanmu. Satu elemen tetaplah satu elemen, ia tak bisa menceritakan banyak hal meskipun ia adalah objek yang indah. Namun, bila kau menggabungkan satu dengan yang lainnya, objek yang satu dengan yang lainnya, maka pemandangan itu akan bercerita. Saya pernah melihat lukisan keadaan suatu kota yang dilukis maestro Affandi. Entah kota mana yang ia lukis itu. Tapi meskipun sederhana, saya berdiri cukup lama disana, melihat suasana sebuah kota yang hiruk pikuk dengan ceritanya masing-masing.
Sebuah kota sama juga dengan manusia. Kita juga menyukai satu-persatu keindahan yang ada pada manusia. Misalnya mata. Saya sangat dan mudah jatuh hati pada mata seorang lelaki. Jika matanya berhasil meluluhkan saya maka yang hal kedua yang akan saya perhatikan adalah bentuk tangannya. Ada sesuatu yang seksi pada tangan seorang lelaki. Bagaimana ia menyentuhmu itu tergantung pada tangannya. Namun manusia tidak hanya terdiri dari hal-hal yang jasmaniah. Seperti kota, manusia memiliki sifat-sifat, memiliki karakter laksana elemen pembentuk kehidupan pada sebuah kota: manusia yang beraktivitas, pepohonan yang dimainkan angin, atau kendaraan yang hilir mudik tanpa henti. Tanpa elemen pembentuk kehidupan itu, sebuah kota hanyalah sebuah kota, kota mati. Tanpa karakter yang baik, manusia juga hanyalah robot. Ia tak bermakna, tak dapat memberikan kedamaian hati.
Pada sebuah lukisan keberagaman elemen pada sebuah kota menjadikan lukisan itu nampak indah. Keseluruhan selalu lebih baik daripada sebagian. Sayangnya, pada manusia keseluruhan itu dilihat sebagai kekurangan. Kadang-kadang, kita begitu terpukau pada satu ceruk kecil yang indah dan lupa pada bentuknya yang utuh. Kita menafikan keburukannya untuk satu ceruk yang kita sukai. Sebaliknya, kita begitu memperhatikan satu celah yang buruk daripada keindahan dari keseluruhan bentuknya.
PS: Mungkin itulah saripati yang saya tangkap ketika menonton film Flipped.
Jika kau seorang pelukis, kau akan menggabungkan semua elemen yang ada dalam kota ini pada lukisanmu. Satu elemen tetaplah satu elemen, ia tak bisa menceritakan banyak hal meskipun ia adalah objek yang indah. Namun, bila kau menggabungkan satu dengan yang lainnya, objek yang satu dengan yang lainnya, maka pemandangan itu akan bercerita. Saya pernah melihat lukisan keadaan suatu kota yang dilukis maestro Affandi. Entah kota mana yang ia lukis itu. Tapi meskipun sederhana, saya berdiri cukup lama disana, melihat suasana sebuah kota yang hiruk pikuk dengan ceritanya masing-masing.
Sebuah kota sama juga dengan manusia. Kita juga menyukai satu-persatu keindahan yang ada pada manusia. Misalnya mata. Saya sangat dan mudah jatuh hati pada mata seorang lelaki. Jika matanya berhasil meluluhkan saya maka yang hal kedua yang akan saya perhatikan adalah bentuk tangannya. Ada sesuatu yang seksi pada tangan seorang lelaki. Bagaimana ia menyentuhmu itu tergantung pada tangannya. Namun manusia tidak hanya terdiri dari hal-hal yang jasmaniah. Seperti kota, manusia memiliki sifat-sifat, memiliki karakter laksana elemen pembentuk kehidupan pada sebuah kota: manusia yang beraktivitas, pepohonan yang dimainkan angin, atau kendaraan yang hilir mudik tanpa henti. Tanpa elemen pembentuk kehidupan itu, sebuah kota hanyalah sebuah kota, kota mati. Tanpa karakter yang baik, manusia juga hanyalah robot. Ia tak bermakna, tak dapat memberikan kedamaian hati.
Pada sebuah lukisan keberagaman elemen pada sebuah kota menjadikan lukisan itu nampak indah. Keseluruhan selalu lebih baik daripada sebagian. Sayangnya, pada manusia keseluruhan itu dilihat sebagai kekurangan. Kadang-kadang, kita begitu terpukau pada satu ceruk kecil yang indah dan lupa pada bentuknya yang utuh. Kita menafikan keburukannya untuk satu ceruk yang kita sukai. Sebaliknya, kita begitu memperhatikan satu celah yang buruk daripada keindahan dari keseluruhan bentuknya.
PS: Mungkin itulah saripati yang saya tangkap ketika menonton film Flipped.
0 comments