Mengenal Perempuan Bali Lewat Oka Rusmini
Selasa, Juli 23, 2013
buku Tarian Bumi dan Tempurung
Pada tahun 2010 untuk pertama kalinya saya membaca karya Oka Rusmini atau Ida Ayu Oka Rusmini yang berjudul Tempurung. Novel itu saya beli patungan dengan Indri. Di saat itu pula saya giat-giatnya mencari tahu tentang feminisme. Pilihan saya dan Indri tak salah, kami membaca buku yang tepat. Buku itu pernah saya pinjamkan kepada beberapa orang, salah satunya Kak Darma, senior saya yang mengenalkan saya pada buku-bukunya Mitch Albom. Kak Darma juga pernah membuat review buku Tempurung (yang penasaran bisa membacanya disini). Sekarang di tahun 2013, saya kembali membaca karya Oka yang berjudul Tarian Bumi. Berbeda dengan Tempurung, Tarian Bumi adalah karyanya yang terbit di awal tahun 2000. Kini Tarian Bumi sudah dicetak ulang dengan cover yang lebih manis.
Karya-karya Oka Rusmini memang sarat dengan nilai-nilai masyarakat Bali. Ia menggunakan tokoh sentrum perempuan Bali yang kerap berhadapan dengan sistem masyarakat (kasta dan kepercayaan) dan juga nalurinya sebagai perempuan. Alur kedua buku ini juga mirip, kalau meminjam istilah Kak Darma, alur mengakar, beranak-pinak. Tokoh pertama yang anda temui dalam buku ini belum tentu tokoh utamanya karena masih ada tokoh-tokoh berikutnya yang muncul dengan problemnya masing-masing. Pokoknya melelahkan kalau dibaca tapi bikin penasaran sehingga kita ingin terus tahu kelanjutannya.
Oka selalu mengangkat masalah mengenai kehidupan perempuan Bali yang hidup dalam sistem masyarakat kasta yang sudah pasti juga patriarkal. Kita bisa menemukan sudut pandang mengenai Bali dari orang Bali-nya sendiri. Believe it or not, beberapa bulan setelah saya membaca buku Tempurung, saya malah menginjakkan kaki di pulau dewata itu. Dan tentu saja buku Tempurung menjadi semacam guide bagi saya untuk mengamat-amati kehidupan disana. Tentu saja guide disini bukan berarti tempat wisatanya tapi guide untuk lebih mengerti mengenai sistem kepercayaan bahkan cara hidup masyarakat Bali dimana perempuan-lah yang menjadi tulang punggung keluarga sementara lelaki senang menyabung ayam.
Selain nilai-nilai masyarakat, Oka juga sering memasukan nilai kesenian masyarakat Bali di dalamnya. Kadang tokohnya adalah seorang penari atau malah mahasiswa seni tari. Tema yang diangkat Oka ini mengingatkan saya pada Divakaruni dengan tokoh perempuan-perempuan India yang ditulisnya. Dengan membaca karya-karya Oka, saya sebagai perempuan dapat melihat sebuah realitas berisi sentimen gender yang coba dituangkan Oka dalam tulisannya. Masalah-masalah yang dianggap tabu dalam masyarakat bahkan fenomena mistis juga sering dimasukkan Oka untuk mewarnai kisah dalam bukunya. Jangan membayangkan kata-kata manis dalam buku ini, kadang-kadang kata-kata Oka cenderung frontal tapi itulah mungkin cara dia sebagai penulis dalam menuangkan "kemarahan" dan kritik-nya lewat tulisan-tulisan itu.
Kalau kalian sedang jalan-jalan ke toko buku dan ingin membaca sesuatu yang berisi, kedua buku ini saya rekomendasikan untuk anda.
2 comments
I love Oka Rusmini <3 punya bukunya 2 ^^ keren pokoknya~
BalasHapushihhihii...sama dong kak...dia cara berceritanya lain bikin lelah sekaligus menyenangkan....
BalasHapus