Rectoverso: Melodrama Cinta Yang Tak Terucap
Jumat, Februari 15, 2013
Februari diklaim sebagai bulan penuh cinta karena sebuah tanggal 14 yang diperingati sebagai hari Valentine, hari dimana orang berbagi kasih sayang dengan sesama. Momen yang tepat untuk mengungkapkan cinta pada yang didamba dan mendamba. Bagi saya, bulan ini adalah bulan yang saya tunggu-tunggu untuk menyaksikan visualisasi dari omnibus (kumpulan film pendek yang dijadikan satu film panjang) "Rectoverso" yang diangkat dari kumpulan cerpen dan lagu karya Dewi "Dee" Lestari. Buku ini terbit di tahun 2008, tetapi saya pribadi baru membacanya di tahun 2011. Overall, buku ini sangat menyentuh dengan ke-11 cerita yang sederhana, unik, namun senantiasa membuat kita yang membaca kepikiran.
Karya-karya Dee memang senantiasa mengajak orang untuk berfilsafat, terutama untuk mengetahui makna cinta. Dari ke-11 cerita dalam buku "Rectoverso" hanya 5 cerita yang dipilih untuk difilmkan dengan tema "Cinta Yang Tak Terucap" dimana kisah-kisahnya memiliki benang merah akan cinta yang tak tersampaikan secara langsung oleh yang dicinta.
Ini merupakan karya pertama 5 artis cantik : Marcella Zalianty, Happy Salma, Rachel Maryam, Olga Lydia, dan Cathy Sharon sebagai sutradara. Selain itu, karena cerita-cerita dalam buku Rectoverso memiliki masing-masing lagu, ke-5 lagu dalam cerita inipun di recycle ulang oleh Glenn Fredly, Dira Sugandy, Drew, Tohpati ft. Acha, dan Raisa.
Malaikat Juga Tahu
sutradara : Marcella Zalianty
Persahabatan unik antara Leia dan Abang
Seperti dalam bukunya, Malaikat Juga Tahu bercerita tentang Bunda (Dewi Irawan) yang membuat rumahnya sebagai rumah kos. Salah satu anak Bunda yang dipanggil Abang (Lukman Sardi) kerap kali membantu ibunya dalam mengumpulkan pakaian kotor anak-anak kos di rumah itu. Sayangnya, Abang adalah sosok yang berbeda. Ia menderita autis. Leia (Prisia Nasution), salah satu anak kos disitu adalah satu-satunya penghuni kos yang menaruh perhatian lebih padanya. Meskipun keduanya sangat berbeda jauh, namun diantara Leia dan Abang terjalin sebuah hubungan yang unik. Abang adalah pendengar setia dari cerita-cerita Leia dan Leia pun menikmati setiap ucapan berulang yang dicelotehkan Abang tentang hitungan dan komposer-komposer musik dunia.
Konflik mulai muncul ketika Hans, adik Abang datang ke rumah itu setelah menyelesaikan sekolahnya di luar negeri. Hans jatuh cinta pada Leia, begitupun sebaliknya. Kisah antara Hans dan Leia diketahui oleh Bunda yang juga mengetahui apa yang ada dalam isi hati Abang. Abang telah mencintai Leia tanpa pilihan untuk seumur hidupnya. Pertentangan batin antara Bunda yang melihat kisah cinta tak mungkin antara Abang dan Leia membuat kisah ini menjadi menyedihkan.
Hanya Isyarat
sutradara : Happy Salma
Al yang diam-diam mencintai Raga namun hanya sebatas punggungnya.
Cinta sebatas punggung adalah salah satu jenis cinta paling umum yang diderita banyak orang. Kadang-kadang kita jatuh cinta pada seseorang yang hanya sanggup kita lihat dari kejauhan, menikmati punggungnya, dan begitu bersyukur kalau-kalau suatu ketika bisa berinteraksi dengannya. Cinta pada seseorang yang kita tahu tidak bisa kita miliki, kalau pinjam lirik lagunya Kahitna "apalah artinya cinta pada bayangan". Cinta jenis inilah yang masih saudara sedarah dengan cinta bertepuk sebelah tangan. Jenis cinta yang diderita Al (Amanda Soekasah) pada Raga (Hamish Daud) yang bahkan warna matanya pun ia tak tahu. Al, Raga, Tano (Fauzi Baadillah), Bayu, dan Dali adalah sekumpulan backpacker yang awalnya berteman di milis hingga kemudian memutuskan kopi darat di sebuah pulau. Walaupun baru beberapa hari bertemu namun Tano, Raga, Bayu, dan Dali sudah akrab. Lain halnya dengan Al yang masih merasa asing di antara mereka.
Al jatuh hati pada Raga namun ia tak bisa untuk memiliki lelaki itu. Suatu malam, Al yang biasanya hanya menjadi latar dari percakapan Tano, Raga, Dali, dan Bayu diundang untuk bergabung dalam permainan mereka. Dalam permainan itu mereka harus menceritakan kisah yang paling sedih. Siapa yang menang akan memberi perintah kepada salah satu diantara mereka untuk melakukan sesuatu. Satu per satu diantara mereka pun mulai menceritakan kisahnya: tentang kehilangan kekasih, sahabat, dan bencana alam. Tibalah giliran Raga yang menceritakan kisahnya yang pernah mati suri. Setelah kejadian itu, ia pun bertekad untuk mencari kembali cinta Ilahi yang pernah ia sempat rengkuh. Ia tak mencari keluarga, persahabatan, atau hal-hal yang duniawi. Singkatnya ia menjadi pertapa dalam peradaban yang modern.
Kemudian tibalah giliran Al yang menceritakan kisah tentang sahabatnya yang pernah tinggal di negeri orang dan hidup hanya dengan mengetahui defenisi punggung pada ayam. Ia lantas mengaitkan dengan kisahnya yang hanya mampu mencintai seseorang sebatas punggungnya saja. Cinta yang hanya mampu ia isyaratkan sehalus udara, langit, udara, dan hujan. Kisah itu kemudian membawa Al sebagai pemenang. Hadiah yang membuatnya mengetahui warna mata dari Raga.
Firasat
sutradara : Rachel Maryam
Senja yang memiliki firasat pada Panca
Firasat bercerita tentang Senja (Asmirandah) yang bergabung dalam klub Firasat, sebuah klub tempat orang-orang dengan "kelebihan" berkumpul untuk sharing yang diketuai oleh Panca (Dwi Sasono). Senja jatuh hati pada Panca namun ia memiliki firasat buruk tentangnya. Lewat mimpi yang terus-menerus ia mimpikan, firasat Senja semakin kuat terhadap Panca, bahwa akan ada sesuatu yang menimpa Panca. Senja selalu memiliki firasat pada orang-orang yang akan meninggal, seperti ketika ia memiliki firasat sebelum ayah dan adiknya meninggal dalam kecelakaan.
Berulang kali, Senja ingin menceritakan pada Panca namun ia tak pernah bisa menyampaikannya. Sampai pada akhirnya Panca akan berangkat ke Padang untuk menjenguk ibunya yang sedang sakit. "Firasat" adalah salah satu cerita yang endingnya dibuat berbeda. Cuma satu adegan yang membuat saya kepikiran dalam film ini yaitu saat Panca tahu semuanya sudah terjadi. Ekspresi Dwi Sasono sangat menyentuh sekaligus bikin melting. Gara-gara ending filmnya yang seperti itu, saya malah teringat dengan film If Only yang dibintangi Jennifer Love-Hewitt di tahun 2004 lalu.
Curhat Buat Sahabat
sutradara : Olga Lydia
Reggie yang setia mendengarkan curhat Amanda
Kadang-kadang cinta yang selama ini kau cari sebenarnya ada di depan matamu. Mungkin itulah yang menjadi soul dari cerita mengenai Amanda (Acha Septriasa) dan sahabatnya Reggie (Indra Birowo). Amanda sebagai perempuan dengan segala keinginannya untuk memiliki seorang kekasih jatuh dari pelukan lelaki yang satu ke lelaki yang lain sedangkan Reggie dengan cintanya selalu menjadi seseorang yang "selalu ada" untuk Amanda. Sayangnya perasaan Reggie tak pernah terucap. Hanya tindakannya saja yang mampu menyampaikan bagaimana isi hatinya pada Amanda. Sebuah perasaan yang terlambat disadari Amanda.
Cicak di Dinding
sutradara : Cathy Sharon
Saras dan Taja serta cicak di dinding
Kisah "Cicak di Dinding" adalah kisah antara Taja (Yama Carlos) dan Saras (Sophia Mueller a.k.a Sophia Latjuba). Taja yang seorang pelukis bertemu pertama kali dengan Saras di sebuah cafe. Mereka melakukan one night stand yang ujung-ujungnya membuat Taja jatuh cinta pada Saras. Ketika Saras tahu perasaan Taja, ia meninggalkannya begitu saja.
Tahun-tahun pun berlalu, sampai Taja kembali bertemu dengan Saras. Sayangnya, Saras telah menjadi tunangan dan sebentar lagi akan menikah dengan Bang Irwan (Tio Pakusadewo) yang merupakan sahabat Taja. Saat pernikahan Saras dan Irwan, Taja tak datang. Namun, ia menghadiahkan sebuah kado, lukisan cicak di dinding dengan filosofi cicak adalah bintang yang melindungi manusia dari nyamuk, sekalipun ia tak pernah diperhatikan. Gambar cicak itu merupakan gambar tatto yang dimiliki Saras, tatto yang dilihat Taja saat mereka bersama.
"Cicak di Dinding" juga mengalami pengembangan cerita. Meskipun berbeda dengan versi buku tapi nafas kisahnya masih sama.
***
Sebagai pecinta karya-karya Dee, tentu saja menikmati karya-karyanya dalam bentuk film juga merupakan suatu kesenangan tersendiri bagi saya. Sejak pertengahan tahun 2012 hingga awal tahun 2013, dunia perfilman Indonesia menyuguhkan karya-karya Dee dalam bentuk gerak dan gambar. Pembaca buku-bukunya yang sudah kepalang penasaran ingin menonton dan berharap ekspektasinya terpenuhi. Hasilnya? Tanggapan penonton Perahu Kertas 1 dan 2 cukup menggembirakan. Lalu kemudian menyusul Rectoverso dan Madre yang akan dirilis pada Maret nanti.
Harus diakui Film Rectoverso memang memiliki poin plus karena memadukan cerita yang bagus, lagu yang memukau, dan gambar yang cantik. Meskipun disutradarai oleh ke-5 artis yang notabene baru pertama kali menyutradarai sebuah film namun terbukti mereka memiliki "feel" yang bagus dalam memilah dan memadukan adegan sehingga pas di mata penonton. Bantuan dari DOP dan film editor-nya, Cesa David Lukmansyah sangat membantu menghadirkan gambar-gambar cantik sehingga untuk soal teknis, film ini tidak mengecewakan.
Casting yang pas juga menjadi kekuatan dari film Rectoverso, para pemain di film ini sudah tidak diragukan lagi kualitas aktingnya, mereka mampu menghadirkan visualisasi ekspresi yang pas dalam aktingnya sesuai dengan karakter dalam buku. Walaupun bisa dikatakan film ini bagus, namun sepertinya ke-5 sutradaranya cenderung bermain aman dengan tidak mengambil terlalu banyak konsekuensi atau bereksplorasi terlalu jauh dengan urusan teknis dan urusan casting pemain atau bahkan perubahan ide cerita.
Secara keseluruhan, film ini mampu membuat orang menangis dengan perpaduan kisah, akting pemain, dan lagunya. Beberapa adegan lucu dan humor yang meski garing tapi karena kegaringannya malah lucu. Kekuatan film ini selain menghibur juga mengajak kita berpikir lebih jauh tentang cinta yang hanya sebatas isyarat, cukup hanya dengan firasat, bertemankan cicak di dinding, lewat curhat dengan sahabat, dan hanya malaikat yang tahu.
NB: Semoga Supernova juga difilmkan, someday. :)
3 comments
wahh... mesti nambah list rekomdasi buat nonton film lagi nih setelah liat postingan kakak :D hahaha
BalasHapusCuma kisah yang diatas yang di filmkan? ._.
BalasHapusPutra : silahkan....:)
BalasHapusKak Dwi : iya kak....soalnya kalo semuanya katanya kepanjangan....dan sepertinya memvisualisasikan "Aku Ada" memang cukup sulit