Karena Cinta Bukan Batu dari Langit
Jumat, Januari 11, 2013"Tak ada cinta muncul mendadak, karena dia anak kebudayaan, bukan batu dari langit..."
- Pramoedya Ananta Toer -
Tulisan di atas telah mengganggu pikiran saya akhir-akhir ini. Tulisan itu muncul sebagai display picture BBM dari seorang teman saya. Pada gambar itu terdapat kaos bertuliskan kalimat di atas lengkap dengan foto Pram yang bersahaja. Pram adalah salah satu penulis favorit saya, kalimat-kalimat yang ia rangkai adalah segelas air putih untuk menebus rasa haus akan bacaan tentang keadaan disekitar saya. Lalu setelah kenyang dengan kata-kata Pram yang menyejukkan, muncul-lah kata-katanya yang membuat saya serasa digigit nyamuk. Saya gatal untuk menggaruk otak saya memikirkan makna kalimat itu. Benarkah demikian?
Lalu teringatlah saya pada teman SMP saya dulu. Suatu hari dia pernah berkata begini," Jangan pernah mau menikah dengan orang dari suku X ya...amit-amit....mereka itu pelit lagi kikir....bla..bla..bla...," begitulah kata teman saya itu. Percaya atau tidak saya cukup menghindari laki-laki yang datang dari suku X seperti yang diceritakan teman saya itu. Tanpa sadar saya terpengaruh ucapannya.
Kemudian muncul sinetron dan film-film yang menampilkan wajah pria-pria ganteng yang didominasi berasal dari suku tertentu dan hasil perpaduan kaukasoid. Maka secara tak sadar, stigma pria idaman pun menempel pada mereka. Bahwa pria-pria dari suku tersebut sangatlah adorable dan patut dikenalkan kepada orang tua. Ketika kemudian saya bertemu seorang lelaki dari suku tersebut, percaya atau tidak saya benar-benar terpikat pada pandangan pertama. Sayangnya, setelah mengenal lebih jauh, rupanya hukum "kualitas di atas segalanya" jauh lebih menentukan. Saya kecewa, pria tersebut tidak seperti di film-film. Ia memang adorable tapi sama sekali tidak gentleman.
Pram mungkin benar, cinta memang tidak jatuh dari langit. Masing-masing kita telah membawa gambaran sosok ideal yang ingin dicintai. Gambaran itu tercipta dari perpaduan pengalaman dan impian hasil olahan media yang terus diproduksi. Membuat beberapa orang-orang yang citranya mirip tontonan mainstream menjadi idola dimana-mana. Mereka tidak pernah menunggu untuk dicintai, mereka adalah sekumpulan orang yang kelabakan menerima cinta. Terlalu banyak menerima cinta. Orang-orang seperti itu tanpa sadar memiliki prinsip "patah satu tumbuh seribu". Gerombolan orang-orang yang jarang galau dan cepat sekali move on.
Di lain sisi, ada orang-orang yang menjadi anomali. Mereka tidak termasuk kelompok mainstream. Orang-orang itu harus dikenal dan diakrabi lebih dulu sebelum mereka dapat bercahaya dengan caranya sendiri. Mereka dalam kehidupan nyata "terpilih" untuk merasakan "cinta pada bayangan". Beberapa diantaranya beruntung untuk menuliskannya, membuat buku yang menyentuh pasar, terkenal, dan menikmati hasil sakit hatinya dalam rekening yang terus bertambah.
Mungkin Pram benar, cinta memang bukan batu yang jatuh dari langit. Namun, bisakah ia menjelaskan mengapa ada yang seberuntung Habibie dan Ainun yang diciptakan dengan frekuensi yang sama? atau mengapa harus ada yang semenderita Somad yang rela mengejar-ngejar neng Olga-nya? Atau manakah yang lebih mengerikan dari kisah Layla dan Majnun?
Saya jadi ingat percakapan saya dengan Kak Rahe saat ia berkunjung ke Makassar beberapa waktu yang lalu.
"Saya yakin setiap orang punya jodohnya masing-masing. Bila waktunya tiba mereka akan dipertemukan."
"Bagaimana kalau ada yang tidak memiliki jodoh?"
"Pasti ada."
"Kalau tidak bertemu jodohnya sekarang mungkin jodohnya lahir di zaman yang berbeda."
"Kalau lahir di zaman yang berbeda berarti tidak pernah ketemu dong?Atau mungkin jodohnya sudah terlanjur menikah duluan dengan orang lain."
"Mungkin jodoh tidak harus berstatus pasangan, siapa tahu datang dalam wujud sahabat, atau hewan peliharaan..?"
Kami lantas terdiam, sibuk dengan pikiran masing-masing. Mungkin kami belum menemukan jawaban yang tepat.
Saya menyerah memikirkan tentang cinta. Terlalu rumit bahkan setelah menggunakan berbagai macam mazhab dari barat atau timur.
Saya pun tak kuat lagi menggaruk otak saya. Saya pun jatuh pada kesimpulan sementara: Cinta mungkin bukan batu dari langit. Cinta adalah anugerah yang diberikan semau-maunya sang Pemilik Kehidupan kepada semau-maunya yang Ia pilih. Semuanya pada akhirnya tergantung dan suka-suka Dia.
NB : kesimpulan sewaktu-waktu dapat berubah
1 comments
Saya tunggu kesimpulan berikutnya.
BalasHapus