Where Are You, Rambo?
Rabu, Desember 26, 2012
Rumah bercat putih di ujung jalan itu tampak kelabu. Beberapa hari ini, orang-orang yang tinggal di dalamnya merasakan perasaan ganjil yang sesak, kehilangan. Meski Natal membawa keceriaan dan kebahagiaan, namun perasaan itu seringkali terselip. Seperti gadis yang patah hati karena cinta pertama, orang-orang di rumah itu merasakan kepedihan. Rumah itu adalah rumahku.
Sudah hampir seminggu Rambo, anjing peliharaan keluarga saya tak pulang ke rumah. Saya, Mami, dan Daddy sudah berusaha mencari ke sekitaran kompleks. Hasilnya nihil. Kami tidak menemukan Rambo. Para tetangga turut bersimpati. Para tukang bentor di depan rumah yang sering bermain dengan Rambo juga merasakan kehilangan. Ada yang berbeda. Tak ada lagi gonggongan Rambo. Tak ada Rambo yang menunggui kepulangan penghuni rumah bercat putih ini sambil mengibas-ngibaskan ekornya. Tak ada lagi seseorang yang akan mengabiskan tulang-tulang ayam dan kecap di rumah. Tanpa Rambo, rumah kami jadi mendung, tak ada yang menjaga, tak ada lagi yang setia menanti.
Semua orang yang pernah memelihara binatang, terutama anjing pasti mengalami perasaan ini. Anjing-anjing mereka akan pergi suatu saat nanti. Entah mati karena sakit atau diracun orang. Kadang-kadang hilang diculik atau tersesat. Beberapa ada yang kembali pulang, sisanya seperti korban Orde Baru, hilang tak berbekas. Sebelum memiliki anjing, saya sering memandang orang-orang yang kehilangan anjing dan bertingkah ekstrem seperti menangis bahkan ada yang sampai tak mau makan sebagai kumpulan orang-orang konyol dan lebay. Come on, mereka hanya binatang. Kini, seperti merasakan karma, saya benar-benar sedih luar biasa. Makan jadi tak enak, perasaan jadi galau, and guess what? Saya menangis sesegukan mengingat Rambo.
Lalu datanglah perasaan-perasaan bersalah itu. Saya menghakimi diri sendiri sebagai orang yang kadang lalai merawat Rambo. Mulai dari jarang memandikannya, jarang memberikan makan (biasanya Mami atau Daddy yang melakukan) hingga jarang bermain dengannya. Padahal waktu Rambo pertama kali datang ke rumah, saya-lah yang bersemangat merawatnya. Mulai dari mengajaknya jalan-jalan, memandikan, memberi makan, dan bermain dengannya. Kesibukan membuat kita menjadi tidak peka. Mungkin kesepian itu membuat Rambo pergi, dan kesepian Rambo itu membuat saya merasa bersalah.
Seperti detektif, saya, Mami, dan Daddy menebak-nebak kemana perginya Rambo. Asumsi pertama, Rambo diculik dan dibunuh. Berhubung Rambo sering menggonggongi dan mengejar orang yang lewat di depan rumah, otomatis banyak yang terganggu dengan keberadaan Rambo meskipun banyak juga yang menyukainya. Kedua, Rambo telah memasuki usia dewasa untuk berkembang biak. Kami lupa bahwa Rambo bukan lagi anak anjing yang bisa kami maini seenaknya. Sebagai pejantan ( ini kalau Rambo bukan gay ya..), ia akan mencari betina untuk dibuahi. Setelah itu, ia akan kembali ke rumah. Ketiga, Rambo tersesat. Ia berkelana mencari pasangan hidup dan kemudian dipungut orang. Ia tidak bisa kembali ke rumah karena diikat oleh orang yang memungutnya. Asumsi keempat, sudah tiba akhir zaman dimana orang-orang baik diangkat ke surga, dan Rambo adalah penghuni pertama di rumah kami yang terangkat ke surga. Oke, asumsi keempat memang agak berlebihan. Namun, asumsi-asumsi di atas membuat hati kami patah. Semakin dipikirkan kesedihan itu semakin menancap.
Makhluk hidup memang memiliki siklusnya: lahir, bertumbuh, dan mati. Apa yang ditinggalkan Rambo pada keluarga saya adalah kenangan selama 4 tahun kebersamaan ini. Kami memelihara Rambo sejak masih kecil, melihatnya bertumbuh, dan membesarkannya seolah ia manusia. Rambo adalah anjing yang pintar dan tak merepotkan. Rambo juga adalah penjaga bagi rumah kami. Dengan adanya Rambo, kami merasa aman.
Seseorang memang berarti manakala ia bersama kita, dan seseorang itu makin terasa lebih berarti manakala ia terlebih dulu meninggalkan kita. Tak putus-putusnya kami sekeluarga mendoakan Rambo. Bila ia meninggal, semoga ia berbahagia disana, bermain-main dengan penghuni Surga yang lain. Bila ia memang dipungut orang lain, semoga ia dirawat dengan baik, diberikan makanan yang enak, tempat yang nyaman, dan kasih sayang. Semoga pemilik yang baru mendapatkan sukacita karena memelihara dia, seperti yang Rambo berikan bagi keluarga saya. Dan terakhir, bila ia memang sedang berkelana mencari pasangan hidup, semoga Rambo dapat kembali pulang ke rumah dengan selamat. Pintu rumah ini selalu terbuka untuknya.
0 comments