A Journey With Tirta
Senin, November 26, 2012
"Kemanapun aku pergi, Tuhan bersamaku...."
Saya terpaksa meninggalkan kegiatan NURANI karena kondisi kesehatan saya yang sangat tidak bersahabat. Banyak yang tidak percaya bahwa saya sedang sakit. Wajah saya mungkin tidak meyakinkan sebagai seorang yang sakit dan sepertinya lebih meyakinkan sebagai tukang tidur. Meskipun mereka dapat melihat saya terbaring lemah. Atau mungkin saya harus meraung-raung dulu seperti orang kesurupan supaya orang-orang percaya bahwa saya sedang sakit?sekali lagi it's not my style. Biar sakit harus tetap elegan dong. Dan karena sifat mandiri yang sudah saya miliki entah sejak kapan, saya memutuskan merawat diri saya sendiri. Adapun pertolongan datang dari Erbon, Ciko, dan Inna yang melihat keadaan saya yang tidak bisa apa-apa.
Yang pertama dilakukan adalah memanggil TBM Calcaneus untuk memeriksa saya. Hasil diagnosanya cukup bikin kaget. Saya demam tinggi dengan suhu 37 derajat celcius, lagi 2 derajat saya mungkin sudah diopname atau setep. Saya tidak bisa merasakan suhu tubuh saya selain rasa dingin dan sakitnya kepala yang saya derita. Saya menggigil hebat diikuti flu yang memang sudah saya bawa sejak dari Makassar. Dengan obat yang diberikan TBM, saya mulai merasa baikan.
Saya tidak bisa lari dari tanggung jawab saya sebagia pengurus. Maka setelah berdoa dalam hati saya berjalan tertatih-tatih menuju perkemahan untuk menghadiri wisata biro. Saya harus memimpin wisata biro untuk Biro Baruga dengan kondisi menggenaskan : sakit, tidak mandi, dan rambut yang tidak stabil. Syukurlah, kegiatan wisata biro itu berjalan dengan lancar. Saya mampu membawakan materi itu dengan baik. Tak lama kemudian datang juga Ame untuk membantu saya. Ame juga awalnya sedang sakit, begitu ia sudah merasa enakan ia pun ikut ke tenda Baruga untuk ikut wisata biro bersama saya dan maba.
Seusai wisata biro saya memutuskan untuk pulang, setelah minta izin pada Ketua Korps, saya pun pamit. Mbak Pipi menemani saya sampai ke rumah warga untuk istirahat. Persoalan lain lagi muncul. Bagaimana saya pulang? Setelah bertanya pada salah seorang junior, pencerahan datang. Rupanya dosen pendamping kami juga akan kembali ke Makassar hari itu. Maka nebeng-lah saya untuk sampai ke kota Bantaeng bersama beliau dan beberapa junior yang mengantar. Thanks to Amal, Echa, Yusman, dan Mano
----
Saat menunggu mulainya wisata biro, saya teringat pada Tirta yang sedang KKN di Bantaeng. Sudah berapa kali kami : Saya-Tirta-Erwin gagal menyusun pertemuan supaya bisa kumpul bareng tapi waktu selalu tak berpihak pada kami. Dan anehnya, saya dipertemukan dengan Tirta dalam keadaan yang tidak diprediksikan. Awalnya Tirta mau menjenguk saya di Lanying, tapi karena tempatnya terlalu jauh akhirnya tidak jadi. Ketika berikutnya saya bilang akan pulang, Tirta juga bilang dia akan pulang. Maka kami bersepakat akan pulang bareng.
----
Dan disinilah kami berdua, dipertemukan dengan cara yang tak terduga. Duduk dan saling mencurahkan perasaan masing-masing. Jauhnya perjalanan membuat saya berapa kali jatuh tertidur. Anehnya Tirta tetap terjaga. Saya tahu ia menjaga saya. Saya tahu ia dikirim Tuhan untuk menemani saya. Dalam salah satu percakapan panjang kami, Tirta mengakhirinya dengan sebuah kalimat pendek, " Yang Di Atas Sana tidak pernah menutup mata...cepat atau lambat."
---saya jatuh tertidur, entah karena pengaruh obat atau untuk pertama kalinya dalam bulan ini, saya merasa nyaman.
0 comments