Supernova : Dibalik Pertemuan dan Perpisahan
Minggu, Juni 03, 2012"Sebagai seorang yang percaya pada sinkronisitas, saya meyakini hadirnya buku ini di tangan anda bukanlah kebetulan. Buku ini dan anda bertemu untuk sebuah tujuan. Entah apa. Waktu yang akan mengungkap."
Kalimat-kalimat di atas ditulis Dee pada bagian "Dari Penulis" dalam serial terbaru Supernova, Partikel. Tiga dari empat serial itu, Akar, Petir, dan Partikel sudah saya tamatkan dalam kurun waktu tiga minggu ini. Sedangkan serial pertamanya, Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh sudah saya tamatkan sejak setahun silam. Buku itu tidak pernah saya baca kembali. Terlalu menyakitkan meski hanya melihat covernya saja.
Saya tidak akan mengupas kisah dari keempat serial itu. Tak ada resensi mengenai kehidupan Dimas, Reuben, Diva, dan tokoh imajiner mereka yang juga hidup, perjalanan spiritual Bodhi, kehidupan Elektra yang berubah total setelah ia menemukan "bakatnya", dan sosok Zarah yang tangguh. Saya hanya ingin bercerita, sinkronisitas dibalik serial Supernova dalam hidup saya.
Saya masih mengenakan seragam putih merah ketika buku ini muncul di pasaran. Meski heboh disana-sini, pikiran kanak-kanak saya hanya sebatas ingin membacanya. Namun sayangnya tak pernah terwujud. Sepuluh tahun kemudian, disaat saya tengah begitu mengagumi fenomena zahir dan fisika quantum, saya menemukan secara tak sengaja buku serial pertama Supernova yang berdebu di salah satu rak di Kampung Buku. Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh membuat saya hanyut dalam kisahnya, apalagi di dalam sana juga dibahas mengenai fisika quantum dan teori relativitas Einstein.
Mungkin inilah sinkronisitas. Di saat yang sama saya juga didekati oleh seseorang. Dan atas kehendak sendiri sama seperti Zarah yang jatuh hati pada Strom, saya memilih dia untuk menjadi 00 di hidup saya. Pada awalnya semuanya indah. Saya adalah penolongnya dan dia adalah pendamping saya. Menyuruhnya membaca serial pertama Supernova adalah ujian sebelum keputusan itu bulat. Ribuan kilometer yang terpisah membuat saya tidak bisa melihatnya langsung. Hanya sebuah pesan singkat yang masuk ke handphone saya pada hari selasa tepat setelah selesainya mata kuliah fotografi,"Perintah paduka sudah saya laksanakan. ada lagi yang mulia?". Saya hanya tersenyum membacanya dan dimulailah kisah kami setelah itu. Alasan utama saya menyuruhnya membaca buku itu bukan karena buku itulah yang sedang saya baca. Tidak. Saya ingin menyampaikan padanya sesuatu yang saya percayai. Bahwa seseorang tidak mungkin hadir dalam hidup seseorang hanya karena dia memujanya dari foto profil di facebook. Kenapa saya? itulah pertanyaan yang terus-menerus saya tanyakan dan harus dia jawab. Dan setelah dia meyakinkan saya bahwa saya-lah belahan hatinya (ini kemungkinan gombal karena setelah putus dari saya dia segera pdkt dengan perempuan lain) saya pun luluh. Pada saat itu, saya percaya padanya. Terlepas seberapa buruk dan jahatnya dia di masa lalu.
Setahun kemudian hubungan itu berakhir, Partikel terbit. Karena belum membaca dua serial sebelumnya saya pun kemudian melahap keduanya sesegera mungkin. Tibalah Partikel untuk saya baca. Dee benar, saya membaca buku ini bukan karena kebetulan ngetrend di pasaran. Ada makna tersirat yang harus saya baca. Sebuah pertanda dari bahasa alam yang tidak saya mengerti. Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh adalah petunjuk yang membuat saya datang kepadanya. Dan Partikel adalah tiket pulang dari "dia" yang harus ditinggalkan. Dalam partikel setidaknya ada beberapa kata yang membuat saya tersentak saat membacanya. Kata-kata itu adalah : Carolus, Ridwan, Buddha, Sunda, Oregon, dan Glastonburry. Rahasia dibalik kata-kata itu tidak perlu saya ceritakan. Akhir dari kisah percintaan saya juga mirip dengan Zarah. Terakhir, Zarah dan saya sama-sama seorang Pencari. Kami mencari sesuatu yang kami yakini. Sesuatu yang membuat kami bergerak tanpa lelah. Terus berpikir dan berkelana tanpa tahu dimana akhir dari semuanya.
Kita semua bersatu dengan semesta alam raya itu, dalam satuan garis kosmik yang tak terputus seperti dalam dunia Zarah. Saya mengenal hal itu dalam realitas saya sendiri, semesta yang hidup dan berakar. Ia tak hanya menempati sebuah ruangan di lantai 2 fisip kampus Unhas, tapi jauh lebih besar. Tali-talinya menjerat siapapun dibawahnya untuk saling terhubung satu dengan yang lain. Tali-tali yang menjerat itu tak akan putus meski kau berusaha keras memutuskannya. Menghindarinya pun tak bisa. Ikuti saja arusnya kemana ia membawamu. Pilihanmu berhenti dan mati atau mengikuti dan terhempas ke jalan-jalan yang tak terselami. Semesta yang saya kenal itu seperti Hotel California, "You can check out anytime you like, but you can't never leave...". Semesta itu hanya memiliki program untuk menerima.
0 comments