Pindah Rumah
Senin, Januari 16, 2012
Di blog ini saya pernah menulis tentang bagaimana saya mencari cinta. Lalu setelah saya menemukan cinta, saya menulis apa yang terjadi setelah itu. Dan sekarang saya akan menulis bagaimana setelah saya kehilangan cinta itu.
Ibu saya bilang bahwa putus cinta bukanlah peristiwa yang memalukan. Itu sebuah proses untuk menemukan siapa dirimu dan siapa orang yang bersamamu. Itu adalah salah satu pengalaman berharga dalam hidupmu. Kabar baiknya, putus cinta adalah jalan yang harus kau lalui untuk bertemu dengan "soulmate"-mu yang sebenarnya.
Tadi sahabat saya Alvidah meminjamkan buku terbaru dari Raditya Dika yang berjudul Manusia Setengah Salmon. Dengar-dengar ini adalah kitab suci para galauers yang sedang pindah hubungan (bahasa elegan untuk putus cinta ). Dan sebagai orang yang baru saja putus cinta, saya dengan senang hati membacanya. Inilah satu contoh bahwa efek putus cinta dapat membuat saya yang sebelumnya tengah membaca novel peraih nobel sastra karangan Gabriel Garcia Marquez yang berjudul 100 Tahun Kesunyian berganti dengan Manusia Setengah Salmon-nya Raditya Dika yang kocak, menghibur, dan nancep. Betapa hebatnya putus cinta!
Menurut Raditya Dika putus cinta sejatinya adalah sebuah kepindahan. Bagaimana kita pindah dari satu hati, ke hati yang lain. Kadang kita rela untuk pindah, kadang kita dipaksa untuk pindah oleh orang yang kita sayang, kadang bahkan kita yang memaksa orang tersebut untuk pindah. Ujung-ujungnya sama: kita harus bisa maju, meninggalkan apa yang sudah menjadi ruang kosong. (hal.36)
Ironisnya, jatuh cinta yang diawali dengan menyenangkan harus berakhir dengan cara yang menyedihkan. Raditya Dika masih sedikit bermoral diputuskan di sebuah cafe dengan alasan mereka tidak cocok lagi. Sedangkan saya? 2 hari setelah tahun baru, di saat sebagian besar orang masih menikmati hari-hari yang baru, sebuah pesan singkat justru memutarbalikkan semuanya. Itu belum cukup dengan waktu 2 minggu yang harus saya tunggu untuk bisa bertemu dan membicarakannya. Hingga ditemuilah keputusan yang tetap final. Saya diusir dari rumah. Rumah hatinya.
Awalnya, saya pikir ini adalah masalah yang bisa diselesaikan. Hubungan ini masih bisa di re-build lagi. Namun, si mantan (horee...akhirnya punya mantan :p) tetap bersikeras pada keputusan dengan sebuah alasan klasik "semua ini demi kebahagianmu". Saya pembaca setia novel-novel roman picisan dan penikmat opera sabun murahan era tahun 90-an dan alasan seperti itu memang tidak bisa diterima. Alasan yang terkesan mengada-ada, maksudku tidak ada yang lebih membahagiakan dari dua orang yang saling mencintai dan tetap bersama kan?
Lucu juga kalau mengingat-ingat awal kita bertemu dan jadian. Bagaimana keseriusanmu membuatku yakin bahwa kau tidak mungkin bermain-main lagi. Begitu banyak janji yang disulam bersama. Begitu banyak rencana yang disusun untuk kehidupan kita nanti. Saya juga tidak melupakan bagaimana dengan keyakinan yang berbeda kita tetap berdiri bergandengan tangan dan menghadapi dunia. Tiba-tiba saja semua harus terbalik. Siapa yang tidak kaget? Ini bukan kesepakatan bersama. Ini keputusan yang kau ambil sendiri.
Ada satu hal yang sedikit saya sesalkan mengenai perpisahan ini. Mengapa ini dilakukan dengan cara yang benar-benar kasar dan sangat tidak romantis. Si mantan bisa saja mengajak saya ke konser Mr.Big dan pada saat lagu "To Be With You" dinyanyikan dengan merdu oleh Eric Martin, dia bisa bilang begini," Sorry, I think I can't to be with you anymore". Atau dia bisa mengajak saya ke pantai Samboang, sambil kejar-kejaran di pasir putih, si mantan bisa bilang begini," Meike, maukah kau berpisah denganku?". Kan itu lebih romantis dari pada pesan singkat di BBM.
Setelah diusir dari rumah. Saya pun jadi gelandangan yang menenteng satu-persatu kenangan-kenangan itu di tangan kanan dan kiri saya. Apesnya, saya belum menemukan rumah yang nyaman bagi hati saya. Sehingga untuk sementara saya jadi homeless. Saya bingung harus berbuat apa dengan kenangan-kenangan yang begitu banyak ini. Suka atau tidak suka, ingat atau tidak ingat, kenangan-kenangan ini serupa bayangan yang mengikuti kemana saya pergi. Dinner pertama kita, nonton film pertama kita, berantem pertama kita, sketsa-sketsa wajah yang kau buat, hingga acara pernikahan sepupuku yang kita hadiri bersama. Dimana saya harus menaruh mereka semua? Yeah, tertawakan saja saya karena sekarang saya menderita syndrom "disimpan jangan-dibuang sayang."
Cinta bertepuk sebelah tangan itu memang bikin sakit tapi putus cinta itu menyakitkan. Kita harus rela melepaskan keadaan yang dulunya akrab dengan kita. Sesuatu yang pernah ada namun kini menjadi tidak ada situasinya akan berbeda dengan sebelumnya. Kadang kita harus melihat kembali foto-foto berdua dengan si dia, menapak kembali tempat-tempat tertentu dimana pernah bersama, bagaimana barang-barang pemberiannya kini menderita dilema berkepanjangan: sweater yang diberikan itu mau dijadikan lap kaki atau mau disumbangkan kepada anak yatim piatu?
Keadaannya tidak akan pernah sama lagi. Begitu pun jika ternyata si mantan masih berkeliaran di sekitar kita. Dulu ketika mau ketemu dia di kampus wajah akan merona bahagia. Mata pun berbinar-binar ceria. Sekarang, saya butuh cermin untuk memastikan wajah saya terlihat seperti apa jika harus melihatnya di kampus. Wajah yang absurd antara mau bawa parang toraja, gembira, jengkel, sekaligus kangen. Ya Tuhan, mengapa perempuan selalu menye-menye soal urusan beginian.
Ini tulisan yang cukup panjang ya...hehehe
Tapi siapapun yang membacanya, semoga saja kalian terinspirasi. Kalau ada yang bertanya, apakah kamu sudah move on, Meike? Saya akan menjawab dengan cepat," On the process, hati tidak segampang itu ditata setelah diporak-poradakan. Ia harus dijahit dulu. Ia harus disembuhkan dulu. Hanya doa dan waktu yang dapat menyembuhkannya. Ada baiknya saya putus cinta saat ini, saya bisa bebas leluasa membaca (sesuatu yang jarang saya lakukan sejak pacaran), saya bisa fokus dengan rencana masa depan saya sendiri, saya bebas bergaul, dan tidak perlu melapor kiri-kanan atau takut ada yang cemburu ketika saya dekat dengan seseorang. Dan bonusnya, saya menemukan kembali sahabat saya yang saya kira sudah hilang. Kami berjanji akan bertemu besok dan bercerita banyak, semoga dia bisa bangun pagi nanti..hehehe....
Akhirnya saya pun melewati proses ini. Awalnya memang berat, tapi itulah bagian kehidupan yang harus saya jalani. Saya akan tersenyum dan mengangkat kepala dengan anggun. Saya akan berjalan dengan terhormat. I'm deserved to someone better just like everbody told me before.
PS : Raditya Dika kembali benar, perpindahan hati sebenarnya perjuangan untuk melupakan. Tetapi kenangan itu bersifat abadi hanya nilai rasanya nanti yang berbeda.
2 comments
Kk blm liat pandangan ade ttg cinta dlm crita itu, maksud kk format cinta sprti apa yg ade tawarkan....
BalasHapusSukses ya de... TY brkti
sy suka tulisan yg ini.. ;)
BalasHapuskrn sdg mngalami hal yg sma..dan lgu dr katy perry "thingking of you" tdk prnh brhenti sy dgr tiap mlm..
jd kputusan akhir sprti apa yg akan di ambil?melupakan?bgaimana?