NostalGILA
Selasa, Agustus 09, 2011SMS dari Tirta cukup singkat: "Meike..Erwin...nyok nonton transformer besok..ada juga Rio Tangkau bede..:D.." Sebelumnya Tirta dan Rio sudah ber-mention-ria di twitter untuk memberitahukan hal itu pada saya. Akhirnya, kemarin rencana itu terealisasi meski tanpa kehadiran Erwin yang entah mengapa mendadak tidak bisa dihubungi.
Lalu saya pun berangkat ke Mari bersama Mymy dan Widy karena kebetulan hari itu kami sama-sama menumpang pete-pete 05. Tiba disana saya langsung menuju Texas untuk menemui Tirta dan pacarnya, Boy. Sambil menunggu kedatangan Rio, saya menikmati pancake dan ice cream sambil ngobrol dengan Tirta dan Boy. Beberapa waktu kemudian datanglah Rio. Kedatangannya disambut tawa saya dan Tirta. Rio telah berubah. Sedikitnya ada dua perbedaannya yaitu rambutnya rambah gondrong dan fakta ia ikut kajian ilmu dari HMI di kampus. Selain dari itu, berdasarkan ingatan dan pengalaman, Rio sama sekali tidak berubah.
Tentu pasti ada yang bertanya siapa Rio? Baiklah akan saya jelaskan siapa Rio. Nama lengkapnya Rio Adriano Tangkau. Rio adalah teman SMA saya di SMU Katolik Rajawali yang sekarang berubah status menjadi mahasiswa Fakultas Hukum di Unhas. Saya dan dia adalah teman sekelas dan sesekali menjadi teman sebangku kalau saya dan teman sebangku saya yang sebenarnya, Babay sedang refreshing atau Babay-nya tidak masuk sekolah sewaktu duduk di kelas 1. Pertemuan saya dan Rio sebenarnya telah terjadi ketika kami sama-sama mengikuti bimbingan belajar di GO sewaktu SMP kelas 3. Lalu, bertemu lagi karena sama-sama satu ruangan waktu MOS masuk SMA.
Untuk ukuran anak SMU Katolik Rajawali ( nama kerennya Chara), Rio tergolong anak yang bandel. Walaupun bandel, Rio sebenarnya anak yang baik walau kadang-kadang penyakit "nda jelasmu dehh..."-nya kumat. Dulu saya sebangku dengan Babay alias Jessica Babay ( dia ini pemain basket putri-nya Chara, kalau yang mengikuti perkembangan event Honda DBL Fajar atau minimal anak-anak basket di jaman itu pasti mengenal dia). Rio sebangku dengan Kevin "Suneo" (dia ini teman SD sampai SMA saya, dipangggil Suneo karena mukanya mirip sekali dengan Suneo di Doraemon), lalu ada tim pengacau seperti Adrian Jo Salli yang dipanggil Mutel ( dengar-dengar bapaknya petinggi-nya Telkomsel ) yang duduk sebangku dengan Andry Wijaya, ada juga Ingot Simamora ( musuh besar saya selama di Chara, sekarang dia jadi pilot ) dan Alm. Oktavianus Pande Seda a.k.a Okta a.k.a Blast.
Pertemuan kemarin itu membuka kembali ingatan saya pada masa-masa sekolah dulu. Banyak kejadian yang saya alami bersama Rio. Dan kalau sudah bersama Rio berdasarkan pengalaman satu tahun sekelas, pasti ada-ada saja yang tidak beres. hehehe...
Saya masih ingat satu kejadian yang membuat saya harus masuk BP, dipanggil orang tua, dan ujung-ujungnya di-skors selama seminggu bersama Rio. Jadi ceritanya begini. Dulu sekolah kami memiliki peraturan tidak boleh membawa hp ke sekolah. Tapi, banyak dari kami yang membandel termasuk saya dan Rio. Di jaman itu, handphone berkamera dengan fitur mp3 dan bluetooth sedang naik daun. Rio hari itu duduk sebangku dengan saya karena Babay entah berada dimana. Saya pun meminjam handphone-nya Rio, mau dengar lagu karena saya tidak bawa headset dan Rio dan punya headset tapi headset-nya tidak pas denga handphone saya maka saya meminjam headset-nya Rio lengkap dengan handphone-nya. Maksud hati mau mendengarkan lagu sambil kerja tugas karena guru Geografi saya, Pak David, sedang keluar sementara Rio juga sudah mulai ribut di kelas. Tiba-tiba, Pak David muncul. Dia menangkap basah saya yang sedang mendengarkan lagu lewat handphone soalnya biar handphone sudah dimatikan tapi headset-nya masih menggantung di telinga saya. Apesnya, handphone yang notabene kepunyaan Rio disita oleh Pak David. Rio pun jadi labil mengejar Pak David dan saya pun langsung feeling guilty seketika.
Untuk bisa menebus kembali handphone itu. Saya harus datang bersama orang tua. Begitu juga dengan Rio. Kenapa bisa Rio juga ikut-ikutan? Ini karena Rio sudah terkenal bandel jadi apa-apa bagi dia tetap salah di mata guru-guru. Maka, saya dan Rio bersama orang tua menghadap guru BP. Akhirnya handphone itu kembali ke tangan Rio setelah ditebus dengan skorsing satu minggu yang dijalani berdua. Selama 7 hari kami harus tetap datang ke sekolah tapi tidak boleh ikut pelajaran. Harus minta tugas sama guru yang mengajar dan mendekam dalam perpustakaan. Saya menjalani hukuman itu dengan tekun walau kadang-kadang disorientasi juga. Sedangkan, Rio kadang-kadang suka menghilang tidak jelas.
Singkat cerita, saya dan Rio berpisah saat naik kelas 2 dan 3 SMA. Saya masuk kelas unggulan IPS sedangkan Rio masuk kelas paling di bawah rata-ratanya IPS. Kami tetap berteman meski sudah tidak sekelas lagi. Bagi kami, Rio itu selalu penuh dengan kejutan. Kejutan yang lucu, mencengangkan, aneh, bikin bergidik, tapi selalu menimbulkan tawa. Salah satunya, dia bisa lolos masuk Hukum lewat SNMPTN atau waktu SMA pacaran ala-ala Rangga dan Cinta di AADC dengan adik kelas yang anggota Cheerleader.
Well, cukup nostalgia-nya. Kami berempat: saya, Tirta, Rio, dan Boy akhirnya jadi juga menonton Transformer 3 hari itu. Sembari menunggu film, kami berempat lantas bercerita tentang banyak hal. Kadang-kadang juga bertemu kenalan lama yang berlatar belakang anak-anak Chara. Hingga kemudian Rio bertemu dengan teman-teman di fakultasnya. Dan tereret...rombongan anak hukum itu dipimpin oleh seorang lelaki yang saya kenal. Gaya-nya persis mafia Hongkong dicampur bintang film Korea. Tapi hasilnya malah mirip Vaness Wu yang sama sekali tidak atletis. Itu Arfin! Saya dan Tirta tertawa terbahak-bahak melihat gaya Arfin yang dari SMA tidak berubah meski malam itu ia terlihat sangat jaim.
Seperti Rio, Arfin juga adalah teman SMA saya. Dan seperti Rio juga, Arfin kuliah di fakultas Hukum di Unhas. Sejak MOS masuk SMA dia sudah terkenal karena selalu membuat aksi yang macam-macam. Tapi Arfin tidak menamatkan sekolahnya di Chara, naik kelas 2 dia pindah ke sekolah lain. Tali silaturahmi di antara kami tidak pernah putus walaupun berbeda sekolah. Dulu, kalau ketemu di mana saja pasti saling bertegur sapa. Meski kini sama-sama kuliah di universitas yang sama, baik saya maupun Tirta hanya beberapa kali bertemu dengan Rio dan Arfin di kampus. Pernah sama-sama mendaftar ulang di registrasi dan beberapa kali ketemu kalau makan di Kansas.
Setelah selesai menonton film saya, Tirta, Rio, dan Boy pun berjalan pulang ke parkiran. Awalnya saya mengira Rio membawa mobilnya seperti yang dia sms-kan ke Tirta tapi pas dia menyebut-nyebut "Vespa" perasaan saya langsung tidak enak. Hampir jam 12 malam dan saya pun pulang dibonceng Rio dengan mengendarai Vespa mini tahun '70-an tanpa helm. Jalannya lambat sekali plus suara si "Bubble Bee" nama si vespa mini ( Rio yang memberi nama gara-gara abis nonton Transformer) paling kenceng saat antri di loket parkir. Meraung-raung bo. Saya jadi dejavu dengan sinetron Lupus. Tapi, itu tidak seberapa kawan-kawan, si Bubble Bee juga hobi ngambek alias tiap berapa meter pasti mogok. Belum cukup sampai di situ? mentang-mentang sudah subuh dan jarang ada polisi, si Rio sempat-sempatnya melanggar peraturan lalu lintas. Mulai dari menerobos lampu merah sampai melanggar rambu lalu lintas. Kalau saya tanya "wehh...kenapa ko melanggar" maka dengan santai Rio menjawab "anak hukum toh...". Tapi dengan semua kejutan-kejutan itu, saya akhirnya berhasil dipulangkan ke rumah dengan selamat tanpa kekurangan sesuatu apapun. Makasih Rio...hehhee :D
"naik vespa kliling kota
sampai binaria
hatiku jadi gembira.."
0 comments