Kudengar Dia Menjadi Lonte Sekarang
Sabtu, Februari 19, 2011...kudengar dia menjadi lonte sekarang.
" Sudah kayak lonte dia sekarang...," ujar salah seorang temanku yang kutemui beberapa waktu yang lalu. Ia menyeruput rokoknya dalam-dalam. Tersenyum sinis dan mengejek pada seorang kawan di masa lalu.
"Kasihan..," sobatku yang lain mengatakan hal yang serupa.
***
Namanya tidak usah kusebutkan. Beberapa orang yang kukenal memiliki hubungan dengan orang bernama sama. Dia adalah seorang teman di masa kami masih mengenakan seragam putih abu-abu dan masih tertatih dalam dunia hitam putih. Lebih tepatnya mantan teman.
Kecantikan memang anugerah tapi bisa juga menjadi petaka. Dia yang kuketahui tak pernah punya masalah dengan lelaki. Semua teman-teman lelaki ingin menjadi kekasihnya. Wajahnya cantik dengan tubuh padat nan seksi. Kulitnya putih mulus tanpa cacat. Ia juga berasal dari kalangan berada. Kecantikannya menjadi perhatian. Buah dadanya menjadi perbincangan khas para teman-temanku yang berjakun. Bagaimana tidak, mereka bercerita di depanku seakan-akan aku tak merasa leceh diperlakukan seperti itu. Susah memang jika menjadi teman curhat laki-laki. Hal-hal tabu pun menjadi biasa.
Walaupun dia menjadi primadona di kalangan teman-teman lelaki, dia ternyata nge-fans dengan geng kami. Ia menyimpan foto-foto kami di HP-nya. Fotoku bersama sobatku yang lain, foto kami se-geng, foto temanku yang lain dengan teman se-geng yang lain, pokonya dia mengumpulkan hal-hal tentang kami. Ia ingin bergaul dengan kami. Ingin menjadi bagian kami. Tapi, kami sebaliknya. Tidak suka padanya.
Walau berwajah cantik, perangainya tidak bisa dibilang cantik. Agak sombong dan tukang pamer. Mau dibilang. Sifat-sifat inilah yang membuatnya sering diperalat oleh teman-temannya sendiri. Bahkan kadang-kadang oleh kami juga.
Aku sebenarnya tidak begitu membencinya. Namun suatu kejadian dimana ia menjadi kaki tangan temanku yang psikopat telah membuatku ingin memakannya mentah-mentah. Aku pernah membentaknya, mencacinya, bahkan sering meneriakinya jika ia lewat di depanku. Sungguh ! apa yang dia perbuat dulu begitu sangat menyakitkan hati. Karena dia tahu ia bersalah, ia hanya diam. Tak mampu melawan.
Terakhir ia kulihat saat penerimaan mahasiswa baru. Ia lewat di depanku. Aku meneriakinya. Masih ada bara amarah di hatiku. Ia hanya tertunduk berusaha menghindar. Bersalah. Ya, hukuman sosial bagi yang bersalah. Teman-teman se-fakultasnya juga tidak menyukainya. Kebetulan aku memiliki beberapa teman yang se-fakultas dengannya. Dan sifat buruknya ternyata menimbulkan bumerang pada dirinya sendiri.
Oiya, aku sudah bilang tidak kalau pada saat itu ia sudah berbadan dua ?
Kecantikan memang anugerah tapi bisa juga menjadi petaka. Dia yang kuketahui tak pernah punya masalah dengan lelaki. Semua teman-teman lelaki ingin menjadi kekasihnya. Wajahnya cantik dengan tubuh padat nan seksi. Kulitnya putih mulus tanpa cacat. Ia juga berasal dari kalangan berada. Kecantikannya menjadi perhatian. Buah dadanya menjadi perbincangan khas para teman-temanku yang berjakun. Bagaimana tidak, mereka bercerita di depanku seakan-akan aku tak merasa leceh diperlakukan seperti itu. Susah memang jika menjadi teman curhat laki-laki. Hal-hal tabu pun menjadi biasa.
Walaupun dia menjadi primadona di kalangan teman-teman lelaki, dia ternyata nge-fans dengan geng kami. Ia menyimpan foto-foto kami di HP-nya. Fotoku bersama sobatku yang lain, foto kami se-geng, foto temanku yang lain dengan teman se-geng yang lain, pokonya dia mengumpulkan hal-hal tentang kami. Ia ingin bergaul dengan kami. Ingin menjadi bagian kami. Tapi, kami sebaliknya. Tidak suka padanya.
Walau berwajah cantik, perangainya tidak bisa dibilang cantik. Agak sombong dan tukang pamer. Mau dibilang. Sifat-sifat inilah yang membuatnya sering diperalat oleh teman-temannya sendiri. Bahkan kadang-kadang oleh kami juga.
Aku sebenarnya tidak begitu membencinya. Namun suatu kejadian dimana ia menjadi kaki tangan temanku yang psikopat telah membuatku ingin memakannya mentah-mentah. Aku pernah membentaknya, mencacinya, bahkan sering meneriakinya jika ia lewat di depanku. Sungguh ! apa yang dia perbuat dulu begitu sangat menyakitkan hati. Karena dia tahu ia bersalah, ia hanya diam. Tak mampu melawan.
Terakhir ia kulihat saat penerimaan mahasiswa baru. Ia lewat di depanku. Aku meneriakinya. Masih ada bara amarah di hatiku. Ia hanya tertunduk berusaha menghindar. Bersalah. Ya, hukuman sosial bagi yang bersalah. Teman-teman se-fakultasnya juga tidak menyukainya. Kebetulan aku memiliki beberapa teman yang se-fakultas dengannya. Dan sifat buruknya ternyata menimbulkan bumerang pada dirinya sendiri.
Oiya, aku sudah bilang tidak kalau pada saat itu ia sudah berbadan dua ?
***
Ah, ya...klasik
Kecantikan memang bisa menjadi anugerah atau petaka. Anugerah jika kau bisa menjaganya, petaka jika tidak. Dia termasuk perempuan yang tidak. Diserahkannya dirinya pada sembarang lelaki. Ia mengandung. Menikah karena terpaksa. Ia menjual Tuhan.
Aku merasa kasihan padanya. Ia memiliki potensi dan bakat jika ia mau lebih berusaha. Namun, salah jalan dan tersesat. Walaupun suaminya kudengar anak orang kaya, tapi tetap saja statusnya pengangguran. Ia sering dipukul. Akhirnya bercerai. Anaknya diasuh oleh ibunya.
Kecantikan memang bisa menjadi anugerah atau petaka. Anugerah jika kau bisa menjaganya, petaka jika tidak. Dia termasuk perempuan yang tidak. Diserahkannya dirinya pada sembarang lelaki. Ia mengandung. Menikah karena terpaksa. Ia menjual Tuhan.
Aku merasa kasihan padanya. Ia memiliki potensi dan bakat jika ia mau lebih berusaha. Namun, salah jalan dan tersesat. Walaupun suaminya kudengar anak orang kaya, tapi tetap saja statusnya pengangguran. Ia sering dipukul. Akhirnya bercerai. Anaknya diasuh oleh ibunya.
***
Aku pikir dengan segala kejadian yang menimpanya akan membuatnya berubah. Ternyata tidak. Ia kembali memasuki dunianya yang lama. Menyerahkan dirinya kepada sembarang lelaki.
...kudengar ia menjadi lonte sekarang.
Benarkah itu ?
*lonte = sebutan kasar untuk pelacur
ilustrasi by Laura Rickus "Women Collection"
0 comments