Belajar di Sekolah Feminis
Selasa, Februari 08, 2011
"Sekolah Feminis...
menjadi berani, pandai,progresif,baik hati, adil dalam pikiran, lalu mengubah dunia..."
Feminisme bukanlah sebuah kajian yang mudah untuk dipahami dan diterima begitu saja. Kata feminisme saja sudah cukup membuat orang-orang tersesat dengan defenisinya. Feminis pun menjadi sosok yang menakutkan bagi sebagian laki-laki. Tak sedikit pula laki-laki yang walaupun cerdas dan menguasai kajian-kajian ilmu namun tetap sensi ketika membicarakan feminisme. Yah, feminisme memang kompleks. Membicarakan feminisme tidak terbatas dalam sosial budaya, tapi juga politik, ekonomi, hukum, bahkan agama. Cakupannya luas sehingga kita membutuhkan banyak sekali referensi ketika membedahnya.
Ketika saya memutuskan mempelajari feminisme saya berhadapan dengan rintangan yang besar. Mulai dari cemoohan orang-orang dan juga dari diri saya sendiri. Namun ternyata tak sedikit yang mendukung dan membuka jalan bagi saya untuk mempelajari kajian ini. Dari yang tidak tahu sampai menjadi tahu. Diskusi mengenai feminisme di kampus juga jarang dan itu membuat perempuan-perempuan yang haus akan kajian ini menemui jalan buntu.
Akhirnya tanpa diduga datanglah berita menggembirakan itu. Saya dan Indri melihat poster "Sekolah Feminis untuk Kaum Muda" yang diadakan oleh organisasi Perempuan Mahardika. Perempuan Mahardika adalah sebuah organisasi massa perempuan yang terdiri dari individu-individu dan seksi-seksi perempuan organisasi-organisasi kerakyatan multisektor yang bertujuan untuk membebaskan kaum perempuan dari penindasan baik ekonomi, budaya, dan militerisme sehingga tercapai suatu sistem yang adil dan setara.
Acara yang diselenggarakan di Malino dari tanggal 4-6 Februari 2011 ini membuka kesempatan bagi 50 orang untuk mempelajari feminisme. 50 orang yang tersaring adalah gabungan mahasiswa dari universitas-universitas yang ada di Makassar seperti : Universitas Hasanuddin, Universitas Negeri Makassar, Universitas Islam Negeri, Universitas Muslim Indonesia, Universitas Muhammadiyah, Universitas 45, Universitas Cokroaminoto, dan dari daerah Maros. Selain itu, ada pula perwakilan dari organisasi berbasis komunitas seperti SEHATI yang bergerak dalam advokasi dan HAM bagi kaum LGBT ( Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender ) dan SAMSARA sebuah lembaga yang mendukung Save Abortion untuk menyelamatkan nyawa perempuan dan menurunkan Angka Kematian Ibu akibat un-safe Abortion. SAMSARA juga mendukung pendidikan seks agar masuk dalam kurikulum sekolah sebagai tindakan preventif dan membuka akses informasi kepada remaja
Akhirnya tanpa diduga datanglah berita menggembirakan itu. Saya dan Indri melihat poster "Sekolah Feminis untuk Kaum Muda" yang diadakan oleh organisasi Perempuan Mahardika. Perempuan Mahardika adalah sebuah organisasi massa perempuan yang terdiri dari individu-individu dan seksi-seksi perempuan organisasi-organisasi kerakyatan multisektor yang bertujuan untuk membebaskan kaum perempuan dari penindasan baik ekonomi, budaya, dan militerisme sehingga tercapai suatu sistem yang adil dan setara.
Acara yang diselenggarakan di Malino dari tanggal 4-6 Februari 2011 ini membuka kesempatan bagi 50 orang untuk mempelajari feminisme. 50 orang yang tersaring adalah gabungan mahasiswa dari universitas-universitas yang ada di Makassar seperti : Universitas Hasanuddin, Universitas Negeri Makassar, Universitas Islam Negeri, Universitas Muslim Indonesia, Universitas Muhammadiyah, Universitas 45, Universitas Cokroaminoto, dan dari daerah Maros. Selain itu, ada pula perwakilan dari organisasi berbasis komunitas seperti SEHATI yang bergerak dalam advokasi dan HAM bagi kaum LGBT ( Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender ) dan SAMSARA sebuah lembaga yang mendukung Save Abortion untuk menyelamatkan nyawa perempuan dan menurunkan Angka Kematian Ibu akibat un-safe Abortion. SAMSARA juga mendukung pendidikan seks agar masuk dalam kurikulum sekolah sebagai tindakan preventif dan membuka akses informasi kepada remaja
Awalnya saya berpikir akan mengikuti program ini sendirian karena Indri dan Tirta ( dua teman saya yang juga sama-sama mempelajari feminisme ) berhalangan untuk ikut. Beberapa senior yang saya harapkan juga tidak bisa karena sedang menyelesaikan skripsi. Maka saya pun memberanikan diri dan PD untuk mengikuti sendirian apapun yang terjadi. Namun Tuhan sungguh baik. Ia mempertemukan saya dengan Kak Dwi Ananta Sari atau yang biasa saya panggil Kak Dwipai. Kami berdua adalah dua orang feminis yang sangat bersemangat untuk ikut.
Tadinya saya mengira bahwa sayalah satu-satunya anak KOSMIK yang ikut tetapi saat mengikuti technical meeting, saya malah bertemu dengan senior saya. Namanya Kak Nurliah Simollah yang akrab disapa Kak Lia. Beliau Kosmik angkatan 96. Kak Lia yang sekarang telah menyelesaikan S2-nya di Komunikasi Unhas juga sama bersemangatnya dengan saya dan Kak Dwi. Kak Lia bahkan bilang, " 10 tahun sejak saya kuliah di Unhas, baru sekarang ada kajian tentang Feminisme...". Sebelum mengikuti Sekolah Feminis yang diselenggarakan di Malino, kami para peserta membuat diskusi pra Sekolah Feminis yang diadakan di kampus masing-masing.
Hari H Sekolah Feminis pun tiba dan kami pun berangkat. Selama mengikuti kegiatan di sana, banyak hal yang saya dapatkan. Selain mengenal orang-orang baru dan belajar saling menghargai, yang terutama adalah pengetahuan saya yang semula keliru mengenai feminisme dapat diluruskan disini. Materi yang dibahas antara lain : masalah kaum perempuan, gender dan seksualitas, agama dan ketidaksetaraan perempuan, perempuan dan gerakannya yang mengubah dunia, dan apa yang mau dicapai serta bagaimana cara mencapainya bagi kesetaraan perempuan. Adapun juga materi outclass seperti jurnalistik dimana Kak Lia menjadi fasilitatornya, puisi sebagai media ekspresi, advokasi perempuan, dan outbond. Sekolah feminis juga memiliki handbook sebagai pegangan.
Tidak seperti sekolah umum, penyampaian materi yang difasilitatori oleh beberapa aktivis perempuan dari Perempuan Mahardika Pusat tidak berlangsung secara monoton. Sebelum membahas materi kami akan diantar pada pembagian kelompok untuk melakukan diskusi. Materi seperti " perempuan dan gerakannya yang mengubah dunia" didahului dengan pertunjukan teater mengenai sejarah gerakan perempuan oleh Teater Aksara. Materi "agama dan ketidaksetaraan gender" juga diantar dengan pemutaran film "Osama" yang bercerita tentang kehidupan perempuan di Afganistan. Kami juga melakukan simulasi dalam sidang paripurna DPR. Jadi kami tahu bagaimana peran penting aktivis perempuan memperjuangkan UU bagi perempuan dan berhadapan dengan fraksi-fraksi dari berbagai aliran. Pokoknya saya tidak menyesal mengikuti sekolah feminis ini. Berkualitas dan seru. Namun seperti sekolah juga, Sekolah Feminis memiliki tata tertib yang harus dipatuhi peserta. Dalam sesi tertentu, kelas dibagi menjadi dua yaitu A dan B untuk mengefektifkan penyaluran materi.
Sekolah Feminis ini tidak hanya diikuti oleh kaum perempuan dan LGBT, tetapi banyak juga laki-laki yang ikut. Saya selalu kagum dengan laki-laki yang memahami feminisme. Tidak mudah mencari laki-laki seperti itu. Walaupun tentu saja, kami dan mereka pasti terlibat adu argumen yang panas ketika membahas poligami, agama dan perempuan, serta pelacuran. Tapi selebihnya, teman-teman yang laki-laki ternyata mendukung kesetaraan antara perempuan dan laki-laki. Dari diskusi-diskusi yang berlangsung, saya tanpa sadar mengamati perilaku manusia yang ternyata berbeda satu dengan yang lain. Ada yang memaksakan pendapatnya kepada orang lain, ada yang netral, ada yang asal bunyi, ada yang benar-benar brilian, dan ada yang malas-malasan. Sekolah Feminis ini tidak hanya membantu saya mempelajari feminisme tetapi juga menolong saya mempraktekan ilmu komunikasi yang saya pelajari di bangku kuliah.
Seperti sudah saya tuliskan di atas, feminisme memang tidak mudah dipahami dan diterima. Di kalangan perempuan saja, banyak yang tidak mengerti. Dikiranya feminisme itu adalah paham untuk membuat perempuan menjadi feminim. Beberapa Perempuan juga ada yang antipati dengan feminisme. Sayang sekali, padahal tanpa feminisme, KITA tidak mungkin bisa berada di posisi seperti ini : mengenyam pendidikan, masuk dalam pemerintahan, atau bekerja di sektor publik. KITA perempuan zaman sekarang berhutang budi pada para feminis sebelumnya yang telah memperjuangkan hak-hak kesetaraan bagi perempuan sehingga sedikit demi sedikit perempuan telah maju melangkah. Tapi seperti pertanyaan dasar dari kajian feminisme, "APAKAH PEREMPUAN SUDAH SETARA DENGAN LAKI-LAKI " ?
Hanya hati nurani kita sendiri yang bisa menjawabnya.
Seperti sudah saya tuliskan di atas, feminisme memang tidak mudah dipahami dan diterima. Di kalangan perempuan saja, banyak yang tidak mengerti. Dikiranya feminisme itu adalah paham untuk membuat perempuan menjadi feminim. Beberapa Perempuan juga ada yang antipati dengan feminisme. Sayang sekali, padahal tanpa feminisme, KITA tidak mungkin bisa berada di posisi seperti ini : mengenyam pendidikan, masuk dalam pemerintahan, atau bekerja di sektor publik. KITA perempuan zaman sekarang berhutang budi pada para feminis sebelumnya yang telah memperjuangkan hak-hak kesetaraan bagi perempuan sehingga sedikit demi sedikit perempuan telah maju melangkah. Tapi seperti pertanyaan dasar dari kajian feminisme, "APAKAH PEREMPUAN SUDAH SETARA DENGAN LAKI-LAKI " ?
Hanya hati nurani kita sendiri yang bisa menjawabnya.
salah satu adegan dalam teater dari anak-anak Teater Aksara untuk mengantar ke materi "Perempuan dan gerakannya yang mengubah dunia "
sebelum menonton Teater
NB :
Terima kasih tak terhingga untuk Kak Fitri, Kak Debra, dan Kak Rahi yang selalu memfasilitasi saya dalam mempelajari feminisme.
Terima kasih untuk dua perempuan super teman diskusi saya : Indri dan Tirta
Terima kasih untuk para sobat tercinta yang selalu mendengarkan dongeng saya tentang feminisme : Alvidha, Mymy, Titah, Widy, dan Gina.
Terima kasih kepada Kak Dwi dan Kak Lia, dua feminis yang tempat sharing yang sukses menyelamatkan saya dari disorientasi. hehehe...
Semua teman-teman alumni Sekolah Feminis angkatan I Makassar plus para fasilitator dan panitia.
NB :
Terima kasih tak terhingga untuk Kak Fitri, Kak Debra, dan Kak Rahi yang selalu memfasilitasi saya dalam mempelajari feminisme.
Terima kasih untuk dua perempuan super teman diskusi saya : Indri dan Tirta
Terima kasih untuk para sobat tercinta yang selalu mendengarkan dongeng saya tentang feminisme : Alvidha, Mymy, Titah, Widy, dan Gina.
Terima kasih kepada Kak Dwi dan Kak Lia, dua feminis yang tempat sharing yang sukses menyelamatkan saya dari disorientasi. hehehe...
Semua teman-teman alumni Sekolah Feminis angkatan I Makassar plus para fasilitator dan panitia.
4 comments
Saya suka tulisanmu... Teruslah menulis, teruslah berkarya.
BalasHapusMenulis seperti membuat sejarah. Tulisan takkan pernah mati. Tulisan akan membuatmu terus hidup...
makasih Kak Tika...
BalasHapussepakat kak, ketika raga telah tiada hanya karya-lah yang tersisa sebagai penanda kita pernah ada...^^
Dimana ya bisa dapat bukunya Feminisme dalam Dongeng.
BalasHapusHalo kak Lia....bukunya bisa didapat di toko-toko buku seperto Gramedia, dll....
BalasHapus