( Dalam Kenangan ) Benteng Duurstede
Selasa, Januari 04, 2011
Hening.
Itulah suasana yang menyapa saya ketika mengunjungi Benteng Duurstede di Saparua, Maluku Tengah. Benteng yang masih kokoh berdiri ini dahulu digunakan Belanda sebagai benteng pertahanan dan menjadi monumen kekuasaannya di Saparua. Bentuknya sama seperti gambar yang saya lihat dalam buku cerita pahlawan dimana Kapitan Pattimura, Martha Christina Tiahahu, dan segenap warga negeri Saparua bertempur melawan penjajahan. Entah berapa banyak orang yang telah mati di tempat ini. Bau amis darah, teriakan, airmata, kemarahan, semangat, dan sejuta ekspresi lainnya pernah ada disini. Sekarang ? hanyalah sebuah bangunan tua yang hampir tak terurus. Duurstede ditinggalkan oleh kekuasaan yang dulu melekat padanya.
Saya berjalan menyusuri benteng ini. Anak tangga demi anak tangga saya jajaki hingga sampai ke pintu gerbangnya. Pintu yang lapuk dan hampir terlepas dari engsel-nya dibiarkan saja tanpa ada inisiatif untuk memperbaiki. Entah untuk menjaga keotentikan atau karena tidak ada yang peduli. Saya lalu menatap batu prasasti yang bertuliskan riwayat singkat benteng ini. Lalu saya berjalan lagi, tertegun oleh puing-puing bekas reruntuhan bangunan yang dulu ada di benteng ini.
Menara batu tempat mengintai musuh dari laut masih ada dan tegak berdiri. Kumpulan meriam masih ada sebagai senjata untuk melindungi benteng dan segenap manusia yang dulu ada di dalamnya. Meriam-meriam ini masih utuh dan baru saja dicat untuk memperbaharui warnanya yang termakan waktu.
Sudah 335 tahun sejak benteng ini dibangun dan ia masih kokoh berdiri. Pemandangan yang dapat dilihat dari atas benteng sangat memanjakan mata. Walaupun tak terpelihara, benteng ini tetap masih menarik para wisatawan yang berkunjung ke Saparua. Setiap masuk akan ada penjaga yang meminta kontribusi ( tergantung berapa yang ingin kita beri ) serta buku berisi nama dan kesan setelah mendatangi benteng.
Saya menghirup udara di alam benteng ini. Mencoba merasakan getaran suasana ketika benteng ini menjadi tempat pertempuran antara warga Maluku dengan Belanda ( VOC ). Saya mencoba menarik diri ke masa lalu untuk merasakan semangat warga Maluku meraih kebebasannya dengan menyerbu benteng ini. Lalu saya tertegun. Saya kemudian menyadari bahwa benteng Duurstede kini tak ada bedanya dengan janda yang ditinggal mati oleh suaminya. Dingin dan kesepian.
1 comments
Baguslah, kalau semangat cinta peninggalan sejarah seperti ini tetap dipupuk.
BalasHapusKalau sempat ke Aceh, silahkan kabarkan saya di
email: safarmanaf78@gmail.com,
facebook : www.facebook.com/safar.manaf.3
salah satu entry blog saya,
http://visit-aceh-2013.blogspot.com/2012/06/potensi-pariwisata-lampuuk-lhok-nga.html