" Kemana pun saya lari dia mengejar dan kemana pun saya mengejar dia menjauh..." ( Olenka, hal. 21 )
"Olenka" adalah judul novel karangan Budi Dharma yang berhasil kupinjam dari Kak Ema gara-gara membaca blognya. Waktu itu saya tidak begitu mengingat nama pengarangnya yang tak lain adalah Budi Dharma sendiri. Langsung saja ingin kupinjam. Tapi harus menunggu antrian dari Kak Riana, karena ia yang lebih dulu meminjam. Setelah meredakan rasa tak sabaran akhirnya saya pun bisa melahapnya sampai ludes.
"Olenka" bercerita tentang seorang laki-laki bernama Fanton Drummond yang tidak memiliki ambisi apapun dalam hidupnya. Setidaknya itulah yang saya tangkap setelah membaca buku ini. Namun, gairah hidupnya meluap ketika ia tidak bisa berhenti memikirkan Olenka, seorang perempuan yang sering ditemuinya di Tulip Tree. Fanton selalu melihat Olenka ada di dekatnya. Ia bukan berhalusinasi tetapi ia memiliki kontak batin. Afinitas, begitulah disebutkan. Dan Olenka pun juga mengalami hal yang sama. Obesesi Fanton Drummond kian liar mengikuti kemana Olenka pergi hingga membuatnya bertemu dengan Wayne Danton, suami Olenka dan Steven, anak mereka. Ia juga dihadapkan pada pilihan sulit ketika bayangan Olenka menghilang dan muncul Mary Carson atau M.C yang nyata.
Untuk ukuran novel merah-muda, menurut saya novel ini cukup berat. Ejaan yang digunakan pun belum baku. Budi Dharma sukses mendeskripsikan kota-kota yang menjadi setting dalam novel ini lengkap dengan insert mengenai hal-hal yang berhubungan antara Fanton Drummond atau Olenka. Disisipi pula catatan kaki bagi setiap narasi yang memiliki makna sehingga pengetahuan kita pun bertambah. Walaupun novel ini bertokohkan orang-orang bule, tapi Budi Dharma tetap mempertahankan ciri khas bahasa yang digunakan oleh orang Indonesia khususnya Jawa. Hanya di novel ini saya mendapatkan orang Amerika berdialog dengan menggunakan kata-kata "sampean", "demen", atau "gendeng". Dibanding novel-novel era baru, dimana tokohnya orang Indonesia asli tapi ngomongnya kebarat-baratan.
Alur novel ini juga sering lompat-lompat dan mengalir begitu saja dari pemikiran Fanton Drummond sehingga pembaca harus awas terhadap narasi-narasi sebelumnya. Karena jika tidak, maka kita akan kehilangan akar dari apa yang dipercakapkan Fanton. Semakin dalam kita membaca Olenka, kita akan semakin masuk dalam pikiran-pikiran Fanton Drummond. Entah itu pergolakan batinnya dengan Olenka, pandangan miringnya terhadap Wayne Danton, maupun kebimbangan cinta si "tukang sepak" M.C.
"Olenka" membuat kita ikut-ikutan berkelebat dalam pikiran Fanton Drummond yang zahir akan sosok Olenka.
Kebiasaan saya yang selalu membaca novel dari "kata pengantar" sampai "tentang penulis", ternyata bukan hal yang sia-sia. Saya menemukan sebuah mutiara dibalik tulisan Budi Dharma mengenai novelnya ini. Ia menuturkan sesuatu yang membuat saya tercekat. Professor di bidang sastra ini menuliskan," Karena itulah, karya sastra yang baik bukanlah tulisan yang kaya tindakan-tindakan jasmani yang menakjubkan, akan tetapi kaya berkelabatnya sekian banyak pikiran..."
NB : Terima kasih ya Kakak Hit Girl...^^