Ini tentang Dia.
Seseorang yang masih duduk di atas singgasana kerajaan sebuah hati. Ini tentang Dia dan kedatangannya. Kabar yang tak sengaja diketahui dari situs jejaring sosial seorang sahabat. Tentang dia dan masih tentang dia.
Sudah 21 bulan sejak hari itu dan keadaannya masih tetap sama. Ini belum selesai dan jikalau harus selesai haruslah berakhir bahagia.
Hari ini, perahunya menepi tepat di jantung sang Gadis yang membuatnya sulit tidur dan bernafas. Namanya masih terukir di atas telapak tangannya. Bahkan sang Gadis masih menyimpan kenangan itu seperti jepitan yang melekat di rambutnya.
Mungkin cuma sebentar tapi harapan ingin bertemu masih ada. Semoga dapat berjumpa walau hanya lewat angin. Sebelum senja datang dan sang Kapten kembali berlayar mengejar asa dan mimpinya. Demi sejumput kebahagiaan di masa depan. Demi kembali pada hatinya, di mana Gadis itu selalu menunggu.
Ini tentang Sang Kapten. Ruang untuk Kapten masih ada dan akan selalu ada. Hanya tinggal menunggu Kapten lelah berlayar dan pulang. Pulang kembali dalam dekapan sang Gadis.
Semoga bukan mimpi namun kenyataan yang indah.
"Sahabat tidak akan seperti pegawai pajak yang suka mengkalkulasi kebaikannya. Sahabat adalah Pemerintah yang melindungi rakyatnya..."
Sudah cukup tatapan berat hati yang selau kau berikan wahai seorang yang disebut sahabat. Yang katanya harus saling membantu dan menolong. Namun, dari bibirmu telah mengalir kata-kata yang tak kusangka. Wajah manis bak malaikat. Tapi pikiranmu lebih jahat dari iblis.
Sungguh, tak akan pernah lagi kami meminta pertolonganmu, wahai yang disebut kawan ataukah lawan. Kami tidak butuh kau kasihani. Karena kau akan mengatai kami "Si Manusia Kasihan, hahaha..." dan tertawamu seperti tawa iblis yang menakutkan.
Kami tidak pernah iri atau dengki padamu. Tapi kau selalu berpikir seperti itu. Sungguh aneh karena di depan kami kau begitu manis seperti "Christmas in the Morning" padahal mungkin kau berpikir "Nightmare Before Christmas".
Tak lazim rasanya kau berkata seperti itu. Pada orang yang tulus berteman denganmu. Bukan karena keuntungan yang kau miliki. Tak habis pikir, kau sakiti hati kami. Dengan tuduhanmu yang lebih jahat dari jaksa kasus pembunuhan.
Sahabat macam apa yang tega berpikir sejahat itu kepada sahabatnya sendiri. Atau mungkin dari awal kau memang tidak pernah menganggap kami ini sahabatmu. Bukan bagian dari dirimu. Sehingga kau tak segan untuk menendang kami. Mungkin lebih tepatnya kami hanya pintu gerbang sebelum kau bergabung dengan Hedonisme yang memabukkan.
"Manusia Kasihan" seperti yang kau bilang, mungkin tidak cocok menjadi sahabatmu. Tidak cocok berteman dengan Nona Besar sepertimu. Nona Besar yang selalu dipuja dimana-mana. Tapi sayang, walau Nona Besar, kau sama sekali tidak berbesar hati.
Kini, kami hanya bisa mengampuni demi kebaikan di masa lalu.