“Apa kabar perempuan hari ini…?”
“Baik – baik saja…”
“Baik-baik saja” adalah jawaban yang gamblang untuk melukiskan perempuan hari ini, di samping begitu banyak prestasi yang bisa diraih perempuan dan juga semakin banyaknya pelecehan yang dialami perempuan.
Sedikit flashback, 8 Maret diperingati sebagai hari Perempuan Internasional. Ini adalah sebuah hari besar yang dirayakan di seluruh dunia untuk memperingati keberhasilan kaum perempuan di bidang ekonomi, politik dan sosial. Di antara peristiwa-peristiwa historis yang terkait lainnya, perayaan ini memperingati kebakaran Pabrik Triangle Shirtwaist di New York pada 1911 yang mengakibatkan 140 orang perempuan kehilangan nyawanya.
Gagasan tentang perayaan ini pertama kali dikemukakan pada saat memasuki abad ke-20 di tengah-tengah gelombang industrialisasi dan ekspansi ekonomi yang menyebabkan timbulnya protes-protes mengenai kondisi kerja. Kaum perempuan dari pabrik pakaian dan tekstil mengadakan protes pada 8 Maret 1857 di New York City. Para buruh garmen memprotes apa yang mereka rasakan sebagai kondisi kerja yang sangat buruk dan tingkat gaji yang rendah. Para pengunjuk rasa diserang dan dibubarkan oleh polisi. Kaum perempuan ini membentuk serikat buruh mereka pada bulan yang sama dua tahun kemudian. Di Barat, Hari Perempuan Internasional dirayakan pada tahun sekitar tahun 1910-an dan 1920-an, tetapi kemudian menghilang. Perayaan ini dihidupkan kembali dengan bangkitnya feminisme pada tahun 1960-an. Pada tahun 1975, PBB mulai mensponsori Hari Perempuan Internasional. Ini menurut Wikipedia yang saya baca.
Lalu ada apa dengan perempuan hari ini ? Apakah pergerakan feminisme masih ada atau tertidur? Kalau melihat pergerakan Perempuan sekarang untuk meminta hak-nya, rasanya jarang kita melihatnya. Perempuan merasa tengah ada dalam zona aman dimana mereka mengira dunia mereka baik-baik saja. Jika dulu perempuan dilarang sekolah, sekarang perempuan bisa menjadi Professor. Tapi sebenarnya kita tidak aman, kita masih tetap menjadi objek dari segala pemuas kebutuhan. Dalam budaya massa yang kini kita hadapi, perempuan tetap menjadi objek.. Inilah yang tidak disadari perempuan.
Dunia tempat kita berpijak memang selalu memberikan ketimpangan pada perempuan. Entah dalam hal sosial, ekonomi, politik, bahkan dalam agama dan budaya. Padahal apapun yang ada di dunia ini haruslah seimbang. Keseimbangan yang tentunya bukan hanya menguntungkan kaum pria tetapi juga perempuan.
Saya belum akan membahas perempuan sebagai objek dalam budaya populer ini. Saya belum kompatibel untuk mengungkapnya. Saya akan membahas tentang Perempuan dan Cinta. Kadang saya berpikir mengapa perempuan sekaliber Hillary Clinton atau Putri Diana masih diliputi ke-patah hati-an yang sangat dalam hubungan asmara mereka. Tentu saja mereka sempurna, walau tak ada manusia yang sempurna. Tapi lihatlah apa yang mereka alami? Hillary dan Diana diselingkuhi oleh suaminya masing-masing. Tentu kita semua tahu bagaimana kisahnya dan melihat ending daripada kisah hidup mereka sendiri. Lalu bagaimana dengan Jodie Foster? Aktris cantik, peraih Oscar, dan lulusan Harvard. Saya tidak melihat kekuranagn dalam diri Jodie Foster tapi Ia memilih membeli sperma untuk ditanam di rahimnya daripada memilih pernikahan dengan seorang laki-laki. Menjadi single mother daripada menjadi istri. Lain lagi cerita Mary Wollstonecraft, seorang tokoh feminisme di Zaman Pencerahan. Ia membuat Vindication of the Rights of Woman dimana untuk pertama kalinya ide-ide Pencerahan bagi kaum perempuan dikaitkan dengan situasi kaum perempuan pada saat itu. Sebuah batu alas bagi feminisme modern. Seorang tokoh wanita yang radikal menurut saya karena dia menentang semua aspek baik sosial maupun ekonomi yang merugikan perempuan pada saat itu. Tentunya wanita ini sangat cerdas bukan, tapi apa yang terjadi dengan Mary? Ia malah ditinggalkan suaminya saat hamil, berusaha melakukan bunuh diri karena frustasi, dan kisah asmaranya pun tak pernah bahagia. Mary meninggal dunia dua tahun kemudian setelah melahirkan bayinya.
Saya jadi teringat ungkapan “Di balik kesuksesan seorang pria, ada wanita hebat di belakangnya.” Tapi tipe wanita apa yang akan mendatangkan kesuksesan bagi pria ini.
Di dunia ini ada dua jenis perempuan. Perempuan pertama adalah perempuan hanya tahu hari ini saya pakai baju apa, lipgloss merek ini, bedak merek itu, bersenang-senang, dan sebagainya. Tipe perempuan kedua yang tiap saat berkutat dengan buku, negosiator ulung, sahabat yang setia, dan memiliki kecerdasan intelektual di atas rata-rata. Semua PEREMPUAN berhak memilih ingin menjadi tipe pertama atau kedua.
Entah mengapa tipe perempuan pertama selalu menarik hati kaum adam dan tipe perempuan kedua selalu sepi akan datangnya cinta dalam hidup mereka. Seolah-olah perempuan tipe pertama adalah makanan enak yang ramai disantap. Tipe perempuan kedua, begitu terpuruk dengan kondisi mereka tapi berusaha tegar dan kuat walaupun kegersangan meliputi mereka. Menurut saya, inilah penjajahan lain yang dilakukan laki-laki terhadap perempuan. Mereka memilih-milih mana yang bisa dijadikan target percintaan mereka dan mana yang hanya bisa dijadikan teman biasa yang tidak penting. Naif memang kedengarannya, tapi inilah yang terjadi. Perempuan yang wajahnya menurut mereka cantik, akan mereka “buru” sedangkan yang menurut mereka “biasa-biasa” saja akan dianggap angin lalu. Tanpa mereka sadari, tanpa mengurangi hormat kepada perempuan tipe pertama, perempuan-perempuan seperti itu hanya akan seperti boneka yang membosankan. Ada yang tahu mengapa laki-laki lebih memilih tipe pertama? Karena mereka TAKUT dengan perempuan tipe kedua. Perempuan cerdas yang kecantikannya tidak mati. Yang kecantikannya tidak terpancar bukan hanya dari alat make up tapi dari hati dan intelegensinya. Mereka takut menjadi ter-subordinasi dengan tipe perempuan kedua. Takut untuk bersaing dengan mereka. Jadi, wajar saja jika perempuan tipe kedua lebih banyak menghabiskan kegiatanya dengan kegiatan sosial daripada pacaran di malam minggu. Perempuan tipe kedua hanya bisa menunggu sampai laki-laki gentle datang mencarinya. Salah seorang senior saya mengatakan “Kita ini perempuan istimewa, dan hanya laki-laki istimewa juga yang akan mendapatkan kita.”
Bagi saya : “Saya bukan baju yang ditaruh di rak obral yang bisa dengan gampang ditawar dan gampang dipindah tangakan. Saya adalah baju yang dipajang di manekin. Harganya mahal dan hanya untuk orang yang berani membeli dan pantas memakainya.”